
Penjelasan Wakil Kepala BGN tentang Pengelolaan Anggaran MBG
Program Makan Bergizi Gratis (MBG) yang dijalankan sebagai bagian dari kebijakan prioritas Presiden Prabowo Subianto, kini menjadi perhatian masyarakat. Banyak kasus keracunan yang dilaporkan menimbulkan pertanyaan tentang kualitas dan pengelolaan anggaran dalam program tersebut. Salah satu isu yang sering disebut adalah adanya indikasi para pengusaha mencari keuntungan berlebihan, sehingga memengaruhi kualitas makanan yang diberikan.
Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S Deyang, menegaskan bahwa kemungkinan besar penyalahgunaan anggaran oleh pengusaha satuan pelayanan pemenuhan gizi (SPPG) atau dapur MBG sangat kecil. Ia menjelaskan bahwa penyaluran anggaran untuk MBG diawasi secara ketat oleh banyak pihak. Uang yang dialokasikan berasal dari Kementerian Keuangan dan langsung dicairkan melalui Kantor Pajak dan Penerimaan Negara (KPPN) ke rekening virtual SPPG.
Struktur Pengelolaan Dana MBG
Anggaran yang diterima SPPG masuk ke rekening bersama antara mitra dan SPPG. Uang tersebut hanya bisa digunakan dengan persetujuan kedua belah pihak. Hal ini bertujuan untuk memastikan transparansi dan menghindari penggunaan dana yang tidak sesuai dengan tujuan program.
Nanik menjelaskan bahwa dari total Rp 15 ribu per porsi MBG, sebagian besar digunakan untuk biaya sewa usaha. Biaya ini mencakup sewa gedung, tanah, peralatan, serta berbagai kebutuhan lainnya. Ia menekankan bahwa uang yang digunakan untuk sewa bukanlah keuntungan bagi mitra, melainkan bentuk investasi. Investasi ini meliputi pembangunan dapur dan penyediaan peralatan, yang membutuhkan dana miliaran rupiah.
Selain itu, ada potongan tambahan sebesar Rp 3.000 untuk kebutuhan operasional seperti upah karyawan, listrik, internet, gas, dan transportasi. Setelah dipotong biaya sewa dan operasional, hanya tersisa Rp 10 ribu yang digunakan sepenuhnya untuk membeli bahan baku makanan.
Kualitas Makanan dan Pengelolaan Harga Bahan Pokok
Nanik menyatakan bahwa harga bahan pokok untuk setiap porsi MBG tidak selalu sama setiap hari. Misalnya, kebutuhan belanja hari ini mungkin sebesar Rp 8.000, namun akan lebih mahal pada hari lainnya. Untuk menghindari kekurangan dana, pengelolaan pembelian bahan baku dilakukan secara berkala, seperti memberikan susu hanya dua kali dalam seminggu.
Ia juga menjelaskan bahwa uang yang tersisa di rekening tetap terkunci dan tidak dapat digunakan oleh mitra atau SPPG tanpa pengawasan langsung dari Kementerian Keuangan. Selain itu, BPKP akan melakukan audit terhadap penggunaan dana tersebut.
Tanggapan terhadap Isu Keracunan
Sebelumnya, politisi Partai Demokrat, Andi Arief, mengkritik kualitas makanan MBG yang dinilai rendah karena adanya keuntungan yang terlalu besar bagi pengusaha. Ia menyarankan agar BGN lebih selektif dalam memilih mitra dan kepala daerah ikut mengawasi pelaksanaan program tersebut.
Namun, Nanik menegaskan bahwa sistem pengelolaan dana MBG dirancang untuk menjaga kualitas makanan dan keberlanjutan program. Dengan pengawasan ketat dan struktur pengeluaran yang jelas, ia yakin bahwa program ini dapat berjalan dengan baik dan memberikan manfaat maksimal bagi masyarakat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!