
Kebijakan Fiskal Agresif Menteri Keuangan Dinilai Tepat untuk Pertumbuhan Ekonomi
Langkah yang diambil oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa dalam menerapkan kebijakan fiskal dinilai sangat tepat, terutama dalam menghadapi ketidakpastian global dan perlambatan ekonomi domestik. Para ekonom menilai bahwa kebijakan yang cepat dan inovatif dapat memberikan dorongan signifikan bagi pertumbuhan ekonomi Indonesia.
Maybank Indonesia, Global Market Economist Myrdal Gunarto menyatakan bahwa kebijakan fiskal yang cepat dan kreatif diperlukan agar perekonomian negara ini bisa tumbuh lebih kuat pada tahun 2025. Menurutnya, langkah-langkah nyata yang dilakukan oleh pemerintah, seperti pengeluaran dana sebesar Rp 200 triliun kepada bank Himbara serta peluncuran paket stimulus di sisa tahun ini, akan berdampak positif terhadap pertumbuhan ekonomi hingga mencapai 5%.
Namun, ia juga mengingatkan bahwa ada risiko jika perbankan tidak cukup agresif dalam menyalurkan kredit. Meskipun demikian, jika program tersebut berhasil, dampaknya akan sangat positif terhadap berbagai indikator ekonomi.
Myrdal menambahkan bahwa pertumbuhan ekonomi yang stabil akan meningkatkan arus modal asing, bukan hanya ke pasar saham dan obligasi, tetapi juga ke investasi langsung (FDI). Hal ini akan berdampak pada penguatan rupiah serta penurunan yield obligasi dan credit default swap (CDS) Indonesia.
Meski begitu, ia mengingatkan adanya tantangan yang masih menghantui, seperti risiko kredit yang tidak tepat sasaran dan keterbatasan ruang penyaluran kredit perbankan. Oleh karena itu, pemerintah perlu menjaga momentum dengan memastikan pencairan anggaran berjalan cepat dan tepat sasaran. Realisasi anggaran yang lambat justru bisa menghambat pemulihan ekonomi.
Stabilitas Makroekonomi Tetap Terjaga
Sementara itu, Budi Frensidy, Pengamat Pasar Modal dari Universitas Indonesia (UI), menilai bahwa langkah agresif yang dilakukan oleh Menteri Keuangan tidak mengganggu stabilitas makroekonomi. Hal ini terlihat dari stabilitas instrumen surat utang negara (SUN), credit default swap (CDS), maupun beban bunga.
Menurut Budi, biaya bunga tabungan diperkirakan akan mengalami penurunan seiring kebijakan Bank Indonesia yang menurunkan suku bunga acuan serta adanya penyaluran dana sebesar Rp 200 triliun ke bank Himbara. Namun, penurunan suku bunga kredit belum tentu terjadi dalam waktu dekat.
"Bunga kredit belum turun dan belum tentu juga akan turun karena perbankan kita oligopoli," ujar Budi.
Ia menjelaskan bahwa pergerakan CDS tenor 5 tahun dan 10 tahun masih relatif stabil. Jika ada kenaikan, sifatnya kecil dan tidak signifikan. Hal yang sama terjadi pada yield SUN tenor 5 tahun dan 10 tahun yang hanya turun tipis.
"Yield SUN 5 tahun dan 10 tahun turun sedikit saja, tidak signifikan dan relatif stabil," jelasnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!