Menggairahkan Investasi Asing di Sektor Energi, Dorong Indeks ke Puncak

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Performa Sektor Energi di Tengah Tantangan Harga Komoditas

Sektor energi di pasar modal Indonesia, khususnya indeks IDXENERGY, mencatatkan performa yang berbeda pada tahun 2024 dan 2025. Pada tahun lalu, sektor ini menjadi salah satu yang terbaik dengan pertumbuhan sebesar 28,01% secara year to date (ytd). Namun, di tengah situasi tahun 2025, performa sektor ini mulai mengalami perlambatan.

Berdasarkan data Bursa Efek Indonesia per 11 September 2025, indeks IDXENERGY hanya tumbuh sebesar 14,17% ytd. Jauh tertinggal dari sektor teknologi yang melonjak hingga 143,45%. Hal ini menunjukkan bahwa sektor energi tidak lagi menjadi unggulan seperti sebelumnya.

Penyebab Perlambatan Performa Sektor Energi

Menurut Senior Equity Research Kiwoom Sekuritas Sukarno Alatas, kinerja sektor energi pada 2025 sulit untuk terulang karena harga komoditas batu bara, yang sebelumnya memberikan kontribusi besar, kini mengalami penurunan. Selain itu, harga minyak yang juga turun memberikan dampak negatif pada emiten migas.

"Arus dana asing cenderung lebih selektif, fokus pada gas, renewable, dan hilirisasi. Komoditas murni lebih rentan outflow karena risiko global dan harga," ujarnya.

Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan juga menyatakan bahwa kans sektor energi untuk mengulangi masa kejayaan dua tahun terakhir tidak mudah. Selain harga komoditas yang jatuh, faktor lain yang memengaruhi adalah lesunya pasar ekspor. Volume ekspor batu bara nasional pada Januari-Juli 2025 turun 6,96% YoY, sementara nilai ekspor turun lebih dalam, sebesar 21,74%.

Perkembangan Investor Asing

Meski sektor energi masih bisa mencatatkan kinerja positif, kemungkinan besar tidak akan lagi mencatatkan outperformance ekstrem seperti sebelumnya. Kecuali ada kejutan dari sisi geopolitik atau lonjakan harga mendadak akibat eskalasi konflik atau gangguan pasokan.

Ekky menilai potensi perlambatan arus dana asing cukup besar jika persepsi risiko makro Indonesia meningkat atau harga komoditas terus melemah. Namun, ia melihat adanya peluang bagi emiten yang memiliki strategi diversifikasi dan eksposur terhadap energi baru terbarukan (EBT) atau gas.

Dalam konteks ini, kestabilan fiskal, arah kebijakan pro-investasi, dan komitmen terhadap transisi energi akan menjadi penentu utama arus modal asing ke sektor energi ke depan.

Perspektif Pengamat Pasar

Pengamat pasar modal Indonesia Reydi Octa menilai investor asing saat ini bersikap wait and see terhadap saham sektor energi. Ia memperkirakan bahwa IDXENERGY tahun ini akan tetap bergerak sideways. "Arus dana asing ke saham energi akan lebih terbatas karena cenderung wait and see karena lesunya harga komoditas," ujarnya.

Namun, ia menambahkan bahwa emiten yang mampu menunjukkan kinerja baik, neraca solid, serta memiliki arah jelas dalam transisi energi berpeluang menarik minat asing.

Pergerakan Saham Konstituen Indeks

Pada Kamis (11/9/2025), IDXENERGY ditutup melemah 0,50% ke 3.070, sedangkan IHSG menguat 0,64% ke 7.474. Beberapa konstituen indeks mengalami net sell asing, seperti MEDC dengan Rp1,20 miliar, BUMI dengan Rp10,59 miliar, dan ADRO dengan Rp22,48 miliar.

Namun, beberapa emiten lain masih mendapat pembelian asing. Contohnya PGAS dengan net buy asing sebesar Rp28,45 miliar, PTBA dengan Rp734,99 juta, dan INDY dengan Rp5,45 miliar. Ini menunjukkan bahwa meskipun sektor energi menghadapi tantangan, masih ada peluang bagi emiten yang memiliki strategi kuat.