Strategi Cuan Saham Multibagger Milik Taipan DCII, DSSA, dan BRPT

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Saham-Saham Besutan Konglomerat Mengalami Lonjakan Signifikan

Sejumlah saham yang dimiliki oleh konglomerat ternama di Indonesia, seperti PT DCI Indonesia Tbk. (DCII), PT Barito Pacific Tbk. (BRPT), dan PT Dian Swastika Sentosa Tbk. (DSSA), menunjukkan pertumbuhan yang sangat pesat dalam beberapa bulan terakhir. Harga saham-saham tersebut melonjak berkali-kali lipat, menjadikannya sebagai salah satu pilihan investasi yang menarik bagi para investor.

Berdasarkan data dari Bursa Efek Indonesia (BEI), harga saham DCII telah mengalami peningkatan sebesar 608,37% sejak perdagangan perdana hingga hari ini, Kamis (25/9/2025). Sementara itu, saham DSSA melonjak 203,72%, BRPT meningkat 290,22%, dan saham PT Chandra Daya Investasi Tbk. (CDIA) mencatatkan kenaikan sebesar 818,42%. Selain itu, saham PT Multipolar Technology Tbk. (MLPT) juga melonjak hingga 749,86%.

Saham-saham ini terafiliasi dengan berbagai kelompok usaha milik konglomerat besar. Misalnya, DCII dimiliki oleh Toto Sugiri dan Anthoni Salim. DSSA merupakan bagian dari Grup Sinar Mas, sedangkan MLPT tergabung dalam Grup Lippo milik keluarga Riady. Selain itu, BRPT dan CDIA juga merupakan emiten yang dikelola oleh taipan ternama, Prajogo Pangestu.

Faktor Pendorong Lonjakan Harga Saham

Pengamat Pasar Modal Indonesia, Reydi Octa, menyebutkan bahwa lonjakan harga saham konglomerat didorong oleh beberapa faktor utama. Salah satunya adalah reputasi perusahaan yang kuat. Nama besar di balik konglomerat tersebut menjadi daya tarik bagi investor, terutama dalam tren trading jangka pendek dan menengah.

Selain itu, aksi korporasi seperti rencana akuisisi, merger, atau diversifikasi bisnis juga menjadi faktor penting. Meskipun aksi korporasi belum sepenuhnya terealisasi, kehadirannya dapat memicu partisipasi publik dan meningkatkan harga saham secara signifikan. Selain itu, ketersediaan barang yang terbatas atau free float yang rendah membuat permintaan terhadap saham tersebut lebih tinggi, sehingga mudah dikendalikan saat ada euforia pasar.

Pengaruh pada Indeks Pasar

Lonjakan harga saham konglomerat turut berkontribusi pada kekuatan indeks harga saham gabungan (IHSG). IHSG baru-baru ini mencatatkan level tertinggi sepanjang sejarah atau all time high (ATH). Pada perdagangan kemarin, Rabu (24/9/2025), IHSG ditutup di level 8.126,55, dengan kenaikan sebesar 14,78% sepanjang tahun ini.

Chief Economist Mirae Asset Sekuritas, Rully Wisnubroto, menyatakan bahwa tanpa adanya saham-saham konglomerat ini, indeks mungkin masih berada di bawah 7.500. Hal ini menunjukkan dampak signifikan dari saham-saham tersebut terhadap kinerja pasar modal secara keseluruhan.

Analisis Saham DSSA dan DCII

Saham DSSA mendapatkan dorongan setelah masuk ke dalam indeks global seperti MSCI dan FTSE Global Equity Series. Kepmasukan ini memberikan likuiditas, momentum, serta minat investor yang lebih besar, termasuk arus masuk asing. Secara fundamental, DSSA memiliki portofolio yang kuat di bidang telekomunikasi dan teknologi, serta eksposur energi terbarukan yang siap mendukung pertumbuhan jangka panjang.

Namun, terdapat risiko yang perlu diperhatikan, seperti persetujuan regulasi untuk pusat data, eksekusi proyek energi terbarukan, dan fluktuasi harga batu bara.

Sementara itu, saham DCII memiliki sumber pendapatan yang stabil karena basis kontrak antara 3-5 tahun. EBITDA DCII tumbuh sebesar 58% CAGR selama periode 2017-2024. Margin EBITDA pada paruh pertama 2025 mencapai 65,6%, jauh di atas rata-rata industri. Rasio utang terhadap ekuitas DCII juga relatif rendah, yaitu 0,4 kali, memberikan ruang untuk ekspansi di masa depan.

Valuasi saham DCII saat ini cukup tinggi, sebesar 651x EV/EBITDA, dibandingkan rata-rata industri yang berada di kisaran 18-30x. Namun, hal ini bisa menjadi indikator potensi pertumbuhan yang besar jika prospek perusahaan terbukti.

Peringatan

Berita ini tidak bertujuan untuk mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya tergantung pada pembaca. Setiap keputusan investasi memiliki risiko dan manfaat yang harus dipertimbangkan secara matang.