Anggaran Negara sebagai Katalis Pertumbuhan Ekonomi
Dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa merancang anggaran negara sebagai katalis untuk memacu pertumbuhan ekonomi. Tujuannya adalah mempercepat aktivitas ekonomi, mendorong sektor riil bergerak lebih cepat, serta meningkatkan daya beli masyarakat.
"Untuk mencapai pertumbuhan ekonomi yang tinggi, APBN berperan sebagai katalis untuk mendukung sektor swasta sebagai motor penggerak utama pertumbuhan. Kinerja sektor-sektor bernilai tambah tinggi terus diperkuat dengan tetap menjaga ketahanan sektor yang resilien," ujar Purbaya dalam Rapat Paripurna DPR RI, Selasa (23/9).
Sektor yang dinilai resilien seperti pertanian, industri manufaktur, padat karya, dan pariwisata akan tetap dijaga agar tumbuh secara optimal, sehingga dapat memberikan kontribusi maksimal bagi penciptaan lapangan kerja.
Strategi Pemerintah untuk Memperkuat Sektor Berkelanjutan
Pemerintah juga terus memperkuat hilirisasi sumber daya alam dan memberikan insentif fiskal. Beberapa kebijakan yang diberlakukan antara lain tax holiday hingga super deduction. Insentif ini diberikan baik untuk riset, pelatihan, maupun pengembangan kawasan ekonomi khusus.
Upaya-upaya ini diharapkan mampu mempercepat investasi pada sektor bernilai tambah tinggi. Dengan demikian, sektor riil dapat digerakkan dan pertumbuhan ekonomi meningkat. Selain itu, upaya ini juga bertujuan memperkuat posisi Indonesia dalam rantai pasok global.
Konsep Sumitronomics untuk Mencapai Pertumbuhan 8 Persen
Purbaya mengusung konsep pembangunan ekonomi Sumitronomics untuk mengejar target pertumbuhan ekonomi sebesar 8 persen hingga 2029. Konsep ini merupakan gagasan dari Sumitro Djojohadikusumo, seorang begawan ekonomi yang juga ayah Presiden Prabowo Subianto.
Konsep Sumitronomics memiliki tiga pilar utama, yaitu pertumbuhan ekonomi tinggi, pemerataan manfaat pembangunan, serta stabilitas nasional yang dinamis. "Untuk menjadi negara maju, strategi pembangunan ekonomi Indonesia berbasis pada konsep Sumitronomics yang difokuskan pada tiga pilar utama. Pertama, pertumbuhan ekonomi yang tinggi, kedua, pemerataan manfaat pembangunan, dan ketiga, stabilitas nasional yang dinamis," jelasnya.
Meski target pertumbuhan 8 persen bukan hal mudah, Purbaya menilai bahwa target ini masih realistis jika strategi pemerintah dijalankan dengan konsisten. Apalagi, jika melihat sejarah sebelum krisis keuangan AS pada 1997-1998, ekonomi Indonesia tumbuh rata-rata di atas 6 persen.
Alokasi Dana untuk Daerah dalam RAPBN 2026
Dalam RAPBN 2026, alokasi belanja pemerintah untuk daerah mengalami peningkatan. Meskipun transfer ke daerah (TKD) dalam RAPBN 2026 mengalami penurunan dibanding tahun sebelumnya, belanja daerah dialirkan melalui mekanisme belanja kementerian/lembaga (K/L) dengan skema tugas perbantuan.
"Sebelumnya hanya Rp 900 triliun. Sekarang naik menjadi Rp 1.367 triliun. Jadi ada peningkatan sebesar Rp 400 triliun. Secara total, penyaluran di daerah tidak berkurang," jelas mantan ketua dewan komisioner Lembaga Penjamin Simpanan (LPS) tersebut.
Purbaya menjelaskan bahwa TKD adalah dana yang langsung masuk ke kas pemerintah daerah untuk dikelola sesuai kebutuhan daerah. Sedangkan tugas perbantuan merupakan dana pusat yang disalurkan ke daerah untuk menjalankan program yang sudah ditentukan pusat. Meski begitu, pergeseran mekanisme ini bisa menimbulkan tantangan bagi pemerintah daerah dalam melaksanakan programnya.
Perhatian Pemerintah Pusat terhadap Pembangunan Daerah
Pemerintah pusat akan memastikan anggaran untuk pembangunan daerah terserap secara efektif. "Cuma tetap saja ketika pemerintah daerah kesulitan menjalankan program, mereka agak terganggu seperti kemarin. Tapi secara manfaat tidak kita kurangi. Yang saya lakukan ke depan adalah memastikan Rp 1.367 triliun tadi betul-betul dibelanjakan tepat waktu. Jadi kita tidak melupakan ekonomi daerah," tambah Purbaya.
Dalam RAPBN 2026 terbaru, pemerintah bersama Badan Anggaran (Banggar) DPR RI menyetujui kenaikan alokasi TKD menjadi Rp 692,99 triliun. Ini merupakan peningkatan sebesar Rp 43 triliun dari rancangan awal sebesar Rp 649,9 triliun.
Adapun postur APBN 2026 ditetapkan dengan pendapatan negara sebesar Rp 3.153,58 triliun. Belanja negara mencapai Rp 3.842,72 triliun, keseimbangan primer sebesar Rp89,71 triliun, serta defisit sebesar Rp 698,15 triliun atau 2,68 persen terhadap produk domestik bruto (PDB).
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!