
Masalah Keracunan Massal dalam Program Makan Bergizi Gratis
Kasus keracunan massal yang menimpa anak-anak akibat mengonsumsi makanan dari program Makan Bergizi Gratis (MBG) kembali menjadi perhatian serius. Menurut data Jaringan Pemantau Pendidikan Indonesia, hingga akhir September 2025, jumlah korban keracunan mencapai 6.452 anak. Hal ini memicu berbagai pihak untuk mengevaluasi dan memperbaiki sistem pengelolaan program tersebut.
Kepala Badan Perlindungan Konsumen Nasional (BPKN), Mufti Mubarok, menyatakan bahwa para korban berhak menggugat penyelenggara MBG karena dianggap lalai dalam menjaga kebersihan produk. BPKN siap membantu korban jika ingin melakukan gugatan melalui jalur class action. “Negara tidak boleh abai terhadap keselamatan rakyat. Program sosial harus berjalan, namun keselamatan konsumen tetap prioritas utama,” ujarnya.
Mufti juga mengajak Kementerian Kesehatan, Badan Pengawas Obat dan Makanan, serta pemerintah daerah dan aparat penegak hukum untuk bersama-sama mengevaluasi program MBG. Tujuannya adalah mencegah terulangnya kejadian serupa di masa depan. “Program ini harus benar-benar menjadi solusi pemenuhan gizi masyarakat yang aman dan layak,” tambahnya.
Perlu Evaluasi Sistem Secara Menyeluruh
Sementara itu, Ketua Yayasan Lembaga Konsumen Indonesia (YLKI), Niti Emiliana, menyarankan adanya perombakan sistem secara menyeluruh dari hulu hingga hilir. Ia menekankan pentingnya meningkatkan standar dapur dan makanan dalam program MBG. Selain itu, Niti meminta pemerintah membuka ruang pengaduan masyarakat agar program ini bisa terus dievaluasi dan diperbaiki.
“Bila perlu, program ini harus dihentikan sementara demi menjamin perbaikan secara sempurna dan menyeluruh. Jika tidak ditangani secara serius, MBG akan menjadi bom waktu bagi penerima manfaat lainnya,” ujar Niti.
Niti menilai pemerintah wajib bertanggung jawab atas setiap kasus keracunan dan kerugian yang terjadi dalam program ini. Sebab, MBG merupakan salah satu program ambisius pemerintahan Presiden Prabowo Subianto yang menelan dana ratusan triliun untuk memenuhi gizi anak-anak sekolah di Tanah Air. “Perketat standar dan jaminan keamanan pangan MBG yang merupakan hak mutlak penerima manfaat,” katanya.
Penanganan Dapur MBG yang Tidak Sesuai Standar
Sebelumnya, Wakil Kepala Badan Gizi Nasional (BGN), Nanik S. Dayang, mengklaim bahwa standar operasional prosedur pada pengelolaan dapur MBG telah memiliki kebijakan baru. Ia menyebut, SPPG dan mitra atau yayasan yang terlibat dalam program ini wajib menyediakan satu chef dan satu chef pendamping. SOP baru ini diterapkan setelah banyaknya kasus keracunan belakangan ini.
Kewajiban menyediakan chef tersebut, kata Nanik, bertujuan untuk meminimalisir insiden keracunan massal. “Kalau dia seorang chef tersertifikasi, dia pasti paham ini,” ujarnya dalam konferensi pers soal Verifikasi Calon Mitra Program MBG.
Penutupan Dapur di Bandung Barat
Berkaitan dengan kasus keracunan massal di Bandung Barat, Nanik menyatakan bahwa dapur Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG) di wilayah tersebut telah ditutup. Tim investigasi BGN menemukan bahwa dapur tersebut tidak menjalankan SOP. Dia menegaskan bahwa kasus ini merupakan pelanggaran berat. BGN meminta maaf atas insiden tersebut.
Nanik juga menyampaikan bahwa kasus keracunan massal yang terjadi di berbagai daerah mungkin saja dibawa ke ranah pidana. “Bila teridentifikasi ada unsur pidana atau kesengajaan (bisa saja),” kata dia.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!