
Fenomena Rojali dan Rohana: Kecurigaan terhadap Sukses Ekonomi Indonesia
Di tengah berita tentang pertumbuhan ekonomi yang positif, muncul sebuah fenomena unik di kalangan masyarakat Indonesia. Dikenal dengan istilah "Rojali" dan "Rohana", dua istilah ini merujuk pada tipe pengunjung mal yang sering ditemui di akhir pekan. Meski terdengar sederhana, fenomena ini menunjukkan adanya ketidakpuasan masyarakat terhadap kondisi ekonomi saat ini.
Apa Itu Rojali dan Rohana?
Rojali adalah singkatan dari "Rombongan Jarang Beli", sedangkan Rohana berasal dari "Rombongan Hanya Nanya". Kedua istilah ini digunakan untuk menggambarkan kelompok orang yang datang ke pusat perbelanjaan hanya untuk melihat-lihat atau bertanya-tanya tanpa berniat membeli apa pun. Meskipun tampak sepele, fenomena ini menjadi cerminan dari daya beli masyarakat yang belum pulih sepenuhnya, khususnya di kalangan menengah ke bawah.
Penjelasan dari Media Asing
Beberapa media internasional telah memberikan perhatian terhadap fenomena ini, mencoba memahami bagaimana situasi ekonomi Indonesia dapat menyebabkan perilaku konsumen seperti ini.
Al Jazeera
Kantor berita Al Jazeera melaporkan pengalaman seorang penjaga toko kosmetik di Medan, Sumatera Utara. Artikel mereka berjudul “Indonesia’s thrifty window shoppers cast doubt on economic success story” menyebutkan bahwa pusat perbelanjaan kini semakin sepi dan pelanggan tidak lagi tertarik membeli produk, kecuali mengambil tester gratis, terutama untuk parfum.
Menurut laporan tersebut, fenomena Rojali dan Rohana menunjukkan bahwa banyak orang Indonesia kini lebih berhemat karena nilai tukar rupiah yang tidak sekuat sebelumnya. Hal ini dibuktikan oleh penurunan penjualan beberapa perusahaan besar, termasuk PT Unilever Indonesia dan PT Matahari Department Store.
SCMP
Media South China Morning Post (SCMP) juga meliput fenomena ini dalam artikel berjudul “Indonesia’s economy is up, so why are its people down?” Mereka melaporkan bahwa seorang penjual nasi goreng mengalami penurunan jumlah pelanggan dari 150 orang menjadi hanya 50 hingga 70 per hari. Selain itu, pelanggan kini memesan lebih sedikit, seperti tidak membeli minuman atau makanan penutup.
Meski PDB Indonesia tumbuh sebesar 5,12 persen pada periode April-Juni, ada indikasi ketidakpuasan masyarakat. SCMP menulis bahwa pertumbuhan ekonomi ini didorong oleh kenaikan konsumsi sebesar 4,97 persen. Namun, banyak perusahaan mengalami penurunan penjualan, termasuk di sektor otomotif.
Lesunya perekonomian disebabkan oleh banyaknya PHK dan kurangnya lapangan kerja. Banyak masyarakat kini terjun ke sektor informal, seperti menjadi pengemudi ojek online atau membuka warung makan.
SCMP juga memuat survei dari NielsenIQ yang menunjukkan bahwa semakin sedikit orang Indonesia yang merasa aman secara finansial. Sebanyak 83 persen responden diketahui mencari penghasilan tambahan di luar karier utamanya.
Kesimpulan
Fenomena Rojali dan Rohana bukan hanya sekadar kebiasaan konsumen, tetapi juga refleksi dari kondisi ekonomi yang masih memprihatinkan. Meskipun ada indikasi pertumbuhan ekonomi, banyak masyarakat masih kesulitan memenuhi kebutuhan dasar. Ini menunjukkan bahwa kebijakan ekonomi perlu lebih fokus pada pemberdayaan masyarakat, terutama di kalangan menengah ke bawah, agar bisa meningkatkan daya beli dan stabilitas ekonomi secara keseluruhan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!