
Rupiah Melemah, Bank Indonesia Beri Tanggapan
Nilai tukar rupiah mengalami penurunan yang signifikan dalam beberapa hari terakhir. Pada Kamis, 25 September 2025, rupiah ditutup melemah hingga mencapai level Rp 16.749 per dolar Amerika Serikat. Kondisi ini menimbulkan kekhawatiran di kalangan pelaku pasar dan pemerintah. Dalam responsnya, Bank Indonesia (BI) menyatakan komitmen untuk menjaga stabilitas nilai tukar rupiah.
Gubernur BI, Perry Warjiyo, mengungkapkan bahwa lembaganya telah menggunakan seluruh instrumen yang tersedia secara berani. “Kami melakukan intervensi baik di pasar domestik maupun luar negeri,” ujarnya dalam keterangan resmi pada Jumat, 26 September 2025. Di pasar domestik, BI menggunakan instrumen seperti spot, Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF), serta pembelian Surat Berharga Negara (SBN) di pasar sekunder. Sementara itu, di pasar luar negeri, BI terus melakukan intervensi melalui instrumen Non-Deliverable Forward (NDF).
BI yakin bahwa semua upaya yang dilakukan dapat membantu menstabilkan nilai tukar rupiah sesuai dengan nilai fundamentalnya. Selain itu, BI juga mengajak seluruh pelaku pasar untuk bekerja sama menjaga iklim pasar keuangan yang kondusif, sehingga stabilitas nilai tukar rupiah dapat tercapai.
Faktor Eksternal yang Mempengaruhi Rupiah
Pengamat mata uang dan komoditas, Ibrahim Assuaibi, memprediksi bahwa pelemahan rupiah dipengaruhi oleh beberapa faktor eksternal. Salah satunya adalah penguatan dolar AS akibat ketegangan geopolitik di Eropa. Presiden AS, Doland Trump, dalam pidatonya di Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB), memperingatkan negara-negara Eropa agar tidak terus membeli minyak dari Rusia.
Di sisi lain, Ukraina, dengan bantuan NATO dan AS, terus melakukan serangan terhadap infrastruktur energi Rusia. Selain itu, Ukraina juga meminta agar wilayah yang dikuasai oleh Rusia dikembalikan. Menurut Ibrahim, hal ini menjadi prasyarat utama dalam perjanjian gencatan senjata. Namun, ia menyatakan bahwa proses ini sangat sulit dilakukan.
Faktor Internal yang Memengaruhi Rupiah
Selain faktor eksternal, pelemahan rupiah juga dipengaruhi oleh isu-isu internal. Pengamat dari Traze Andalan Futures menyebutkan bahwa pernyataan Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa yang menolak pengampunan pajak atau tax amnesty menjadi salah satu penyebabnya. Ibrahim menilai bahwa kebijakan tax amnesty sangat diinginkan oleh pasar.
“Pasar merespons negatif terhadap pernyataan-pernyataan Purbaya tentang penolakan tax amnesty,” ujar Ibrahim. Ia menilai bahwa kebijakan tersebut menimbulkan ketidakpastian di pasar keuangan.
Intervensi BI di Pasar NDF dan DNDF
Di tengah situasi ini, BI terus melakukan intervensi di pasar Non-Deliverable Forward (NDF) dan Domestic Non-Deliverable Forward (DNDF). Ibrahim menyebut bahwa intervensi ini dilakukan karena adanya spekulasi besar di pasar internasional.
Ibrahim juga membandingkan kondisi saat ini dengan era Menteri Keuangan sebelumnya, yaitu Sri Mulyani Indrawati. Menurutnya, di masa itu, meskipun BI melakukan intervensi, pergerakan rupiah relatif tenang. “Artinya, spekulasi di pasar internasional begitu kuat sehingga intervensi yang dilakukan Bank Indonesia ini sia-sia,” tutur Ibrahim. Hal ini menunjukkan bahwa tantangan yang dihadapi BI saat ini lebih kompleks dibandingkan sebelumnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!