
Penjelasan tentang Operasi Sindikat Pembobolan Rekening Dormant
Bareskrim Polri telah mengungkap sindikat pembobolan rekening dormant bank BUMN di Jawa Barat dengan jumlah dana yang hilang mencapai Rp 204 miliar. Rekening dormant adalah rekening tabungan yang tidak aktif atau tidak ada aktivitas transaksi dalam kurun waktu tertentu. Dalam kasus ini, terdapat sembilan tersangka yang dibagi menjadi beberapa klaster, termasuk pegawai bank, para pembobol, hingga pencuci uang.
Peran dan Klaster Pelaku
Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, menjelaskan bahwa komplotan ini sudah beraksi sejak awal Juni 2025. Mereka mengaku sebagai satgas perampasan aset. Pada pertemuan dengan kepala cabang pembantu salah satu bank pelat merah di Jabar, mereka merencanakan pemindahan dana dari rekening dormant. Kepala cabang menyerahkan user core banking system milik teller kepada salah satu eksekutor yang merupakan eks teller bank untuk kemudian melakukan akses ilegal terhadap aplikasi core banking sistem. Dengan cara tersebut, dana senilai Rp 204 miliar dipindahkan ke lima rekening penampungan dalam 42 transaksi dalam waktu 17 menit.
Berikut peran-perannya:
Klaster Bank: 1. AP (50) selaku kepala cabang; memberikan akses ke aplikasi core banking system kepada pelaku. 2. GRH (43) selaku consumer relation manager; bertugas sebagai penghubung antara sindikat pembobol dengan kacab pembantu.
Klaster Pembobol: 3. C (41) alias Ken, mastermind atau aktor utama dan mengaku sebagai satgas perampasan aset; bertemu dengan AP dan mengaku berasal dari Satgas Perampasan Aset. 4. DR (44) sebagai konsultan hukum melindungi kelompoknya. 5. NAT (36) sebagai eks pegawai bank yang melakukan akses ilegal dan pemindahan buku rekening ke penampungan. 6. R (51) mediator; mencari dan mengenalkan para pembobol bank dengan kepala cabang. 7. TT (38) sebagai fasilitator keuangan ilegal yang mengelola hasil uang hasil kejahatan.
Klaster Pencucian Uang: 8. DH (39) alias Dwi Hartono, memblokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir. 9. ES (60) menyiapkan rekening penampungan.
Pengungkapan Kasus dan Tersangka
Dalam jumpa pers, ke-9 tersangka dihadirkan. Mereka memakai baju tahanan oranye. Barang bukti berupa gunungan uang Rp 204 miliar juga dipamerkan. Menurut Dirtipid Eksus Bareskrim Polri Brigjen Helfi Assegaf, kasus ini bermula pada Juni 2025, di mana jaringan sindikat pembobol bank yang mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset melakukan pertemuan dengan AP, kepala cabang pembantu bank BUMN. Pertemuan itu akhirnya mendapatkan kesepakatan untuk melakukan pemindahan rekening dormant.
Sindikat itu sempat melakukan pengancaman ke AP dan keluarganya, hingga akhirnya kepala cabang itu mau bekerja sama. Di akhir bulan Juni 2025, jaringan sindikat pembobol bank selaku eksekutor dan Kepala cabang bersepakat untuk melakukan eksekusi pemindahan dana rekening dormant. Pemindahan dilakukan pada Jumat sore di bulan Juni. Para pelaku menghindari sistem deteksi bank. Kepala cabang menyerahkan User ID aplikasi Core Banking System milik teller ke salah satu eksekutor yang merupakan ex-teller Bank untuk kemudian melakukan akses ilegal terhadap aplikasi Core Banking System.
Ancaman Hukuman bagi Tersangka
Sembilan orang yang terlibat dalam jaringan pembobolan rekening dormant dijerat sebagai tersangka oleh penyidik Bareskrim Polri. Mereka dijerat pasal berlapis dengan ancaman hukuman maksimal 20 tahun penjara. Direktur Tindak Pidana Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, menyebut ada beberapa pasal yang diterapkan kepada para tersangka. Pasal pertama yakni Pasal 49 ayat 1 huruf A dan ayat 2 UU Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan juncto Pasal 55 KUHP. Ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 200 miliar. Lalu, pasal lain yang dikenakan yakni Pasal 46 ayat 1 juncto Pasal 30 ayat 1 UU Nomor 1 Tahun 2004 tentang perubahan kedua atas UU Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik. Ancaman hukumannya penjara 6 tahun dan denda Rp 600 juta. Selanjutnya, pasal yang dikenakan yakni Pasal 82 dan Pasal 85 UU Nomor 3 Tahun 2011 tentang Transfer Dana. Ancaman hukuman yaitu 20 tahun penjara dan Rp 20 miliar. Kemudian, pasal terakhir yang dikenakan yakni Pasal 3, Pasal 4, dan Pasal 5 UU Nomor 8 Tahun 2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU). Ancaman penjara hingga 20 tahun dan denda Rp 10 miliar.
Modus Pencucian Uang yang Digunakan
PPATK menyatakan, para pelaku ini bekerja dengan modus mirip pencucian uang. Mereka memindahkan uang dari rekening dormant ke sejumlah rekening lain untuk disamarkan. Modus operandinya kompleks dan sampai saat ini PPATK sudah membuka sampai di layer ketiga dari pertama perusahaan, kegiatan usaha perdagangan valuta asing, dan tiga orang pemilik rekening money most (nominee) tadi. Yang mana ternyata dua entitas ini melakukan transfering dana hasil peretasan itu masuk ke rekening-rekening yang sedang dalam posisi normal. Kemudian, penyidik Mabes Polri dan PPATK melakukan upaya pelacakan uang. Kemudian ditemukan soal pengaburan uang tersebut. Memang terlihat jelas di sini adalah kegiatan dengan melakukan upaya pengaburan transaksi keuangan tadi yang kita biasa kenal di dalam modus-modus tindak pidana pencucian uang.
Imbauan dari Polisi
Atas pengungkapan ini, polisi mengimbau masyarakat agar selalu mengecek dan mengawasi rekeningnya. "Kami mengimbau agar lebih hati-hati lagi dan senantiasa memantau rekening secara rutin," kata Dirtipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, di Bareskrim Polri pada Kamis (25/9). Kini, pihaknya sedang memburu pelaku lain dalam kasus pembobolan rekening dormant. Dia memastikan penyidikan atas kasus itu akan terus dilanjutkan. "Kami terus melakukan pengembangan, yang mengagetkan rekening dormant guna pengungkapan secara jelas tindak pidana yang dilakukan," ucap dia.
Penyalahgunaan Rekening Dormant
Kepala PPATK Ivan Yustiavandana bicara potensi penyalahgunaan rekening dormant. Menurut Ivan, rekening-rekening yang tidak disadari oleh pemiliknya, lalu rekening yang misalnya pemiliknya sudah meninggal dunia, kerap menjadi sasaran empuk untuk disalahgunakan. "Kami menemukan banyak sekali penyalahgunaan rekening dormant, dibobol, dipakai untuk menampung tindak pidana atau bahkan dijualbelikan, dan lain-lain, oleh pihak-pihak tidak bertanggung jawab, para pelaku pidana," ucap Ivan saat dihubungi ilmu.online, Kamis (25/9). Berangkat dari masalah itu, PPATK beberapa waktu lalu sempat membekukan rekening-rekening dormant. Menurut Ivan, hal ini semata-mata untuk melindungi nasabah pemilik rekening. "Tidak hanya terkait judol. Bahkan banyak rekening pelaku korupsi, narkotika dan pidana lainnya yang dormant terkena penghentian sementara," ucap Ivan.
Pandangan Kejaksaan Agung
Kejaksaan Agung menilai tingkat kepercayaan masyarakat terhadap Bank Jasa Keuangan (BJK) mesti dijaga dengan baik. Jangan sampai, kasus pembobolan rekening dormant memengaruhi kepercayaan masyarakat. Salah satu cara yang mesti dilakukan adalah mengusut kasus itu hingga ke akarnya. Misalnya, soal penukaran uang valuta asing, aturannya mesti ditegakkan. Dia turut mempertanyakan pelaku pembobol rekening dormant dapat menukarkan uang valuta asing dengan cara yang begitu mudah. "Ke depan kita ingin bahwa kejahatan-kejahatan begini memang terus harus diusut sampai kepada akar maupun hulu sampai hilirnya," ucap dia. "Misalnya tukar valas, duit dalam bentuk banyak tanpa dimintai katakanlah identitas, kita ini mau nukar uang 1 Dolar saja, kalau kepada lembaga penukaran valas resmi itu kan ditanya KTP," lanjut dia.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!