
Keharusan Independensi Bank Indonesia
Bank Indonesia (BI) sebagai bank sentral memiliki peran penting dalam menjaga stabilitas perekonomian dan moneter. Namun, saat ini, independensi BI sedang diuji. Ada kekhawatiran bahwa BI kini mulai terjebak dalam intervensi dari berbagai pihak, termasuk pemerintah dan DPR. Hal ini menimbulkan pertanyaan besar tentang kemampuan BI dalam menjalankan tugasnya secara objektif dan bebas dari tekanan politik.
Tanda-Tanda Kekhawatiran
Ada beberapa indikasi yang menunjukkan bahwa independensi BI sedang terancam. Pertama, adanya skema burden sharing antara BI dan pemerintah. Melalui skema ini, BI diminta untuk membantu membiayai pembangunan negara dengan membeli surat utang negara (SBN) di pasar primer. Sejak 2020 hingga 2022, BI telah mengalirkan dana sebesar Rp1.400 triliun kepada pemerintah melalui mekanisme ini. Meski tujuannya adalah untuk mendukung program pemerintah, ada kekhawatiran bahwa langkah ini bisa menjadi cara cepat bagi pemerintah untuk mendapatkan dana segar tanpa memperhatikan dampak jangka panjang.
Kedua, adanya tindakan Menteri Keuangan yang menarik dana cadangan pemerintah dari BI. Langkah ini dianggap sebagai tanda bahwa pemerintah ingin lebih banyak campur tangan dalam pengelolaan dana BI. Meskipun tujuannya adalah untuk mendorong perekonomian, situasi ini menunjukkan bahwa BI tidak sepenuhnya mandiri dalam mengambil keputusan.
Ketiga, rancangan revisi Undang-Undang Nomor 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK) yang sedang dibahas di DPR juga menimbulkan kecurigaan. Beberapa pasal dalam revisi tersebut dinilai dapat mengurangi otonomi BI. Misalnya, pasal yang memberi kewenangan kepada DPR untuk mengevaluasi dan memberhentikan anggota Dewan Gubernur BI jika dinilai tidak memenuhi standar. Selain itu, ada arahan agar BI lebih aktif dalam mendukung sektor ekonomi riil. Hal ini bisa membuat BI terlibat dalam kebijakan eksekutif yang seharusnya tidak menjadi tanggung jawabnya.
Risiko yang Mengancam
Independensi BI sangat penting karena posisi bank sentral idealnya harus steril dari pengaruh politik dan kekuasaan. Di banyak negara, bank sentral diberi otonomi penuh agar bisa menjalankan tugasnya tanpa tekanan dari pihak luar. Jika BI terlalu banyak terlibat dalam kebijakan pemerintah, maka risiko terhadap stabilitas ekonomi akan meningkat. Terutama jika BI dipaksa untuk mendanai program pemerintah yang berisiko memicu inflasi.
Selain itu, jika revisi UU P2SK disahkan, maka BI akan semakin sulit menjalankan mandat utamanya. Dengan adanya intervensi dari DPR, BI bisa saja terdorong untuk mengambil keputusan yang tidak objektif, sehingga merusak kredibilitas lembaga tersebut. Hal ini juga bisa memengaruhi kepercayaan pasar dan investor terhadap BI.
Marwah BI yang Harus Dipertahankan
Meski ada manfaat dari kerja sama antara BI dan pemerintah, seperti meringankan beban fiskal negara, tetapi dalam jangka panjang, intervensi dari pihak luar bisa berdampak negatif. Untuk menjaga marwah BI, diperlukan regulasi yang jelas dan transparan, serta struktur organisasi yang independen. Selain itu, BI harus tetap menjaga akuntabilitas dan transparansi dalam pengambilan keputusan.
Kasus dugaan korupsi dana CSR yang melibatkan pegawai BI juga menjadi ancaman terhadap reputasi lembaga tersebut. Kasus ini harus ditangani secara transparan agar kepercayaan publik, pasar, dan investor dapat dipulihkan.
Kesimpulan
Independensi BI harus dijaga agar bisa menjalankan tugasnya secara efektif dan objektif. Tidak boleh ada campur tangan dari pemerintah atau DPR yang bisa mengurangi otonomi BI. Di tengah tantangan perekonomian nasional, Indonesia membutuhkan BI yang kuat, independen, dan dapat dipercaya. Ini adalah kunci untuk membangun kembali kepercayaan pasar dan investor.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!