Korupsi Dana BOS Garut, HMI Ungkap Kerugian Rp4,7 Miliar? APH Segera Periksa Pengawas

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Temuan HMI Cabang Garut: Dugaan Penyalahgunaan Dana BOS yang Mencapai Rp4,7 Miliar

Himpunan Mahasiswa Islam (HMI) Cabang Garut mengungkap dugaan penyalahgunaan Dana Bantuan Operasional Sekolah (BOS) di tingkat sekolah dasar. Dalam hasil investigasi awal, dugaan ini menunjukkan potensi kerugian negara yang sangat besar, yaitu lebih dari Rp4,7 miliar. Temuan ini disampaikan oleh Ketua HMI Cabang Garut, Yusuf Saepul Hayat, bersama Kepala Bidang PPD HMI, Pramudita Nugraha, setelah melakukan kunjungan lapangan ke beberapa sekolah di Garut.

Menurut mereka, pola dugaan penyelewengan ini tidak sederhana, melainkan sudah terstruktur dan melibatkan banyak pihak. HMI menemukan adanya ketidaksesuaian harga dalam pengadaan lembar soal untuk Paket Soal Asesmen Tengah (PSAT) dan Ujian Sekolah (US). Dari hasil pengecekan, sekolah dasar di Garut diwajibkan membayar Rp23.500 per siswa untuk PSAT. Padahal, setelah ditelusuri ke pihak penyedia, harga asli hanya Rp9.500. Artinya, terdapat selisih sebesar Rp14.000 per siswa.

Dengan jumlah siswa SDN di Garut mencapai sekitar 270 ribu orang, potensi kelebihan pembayaran dari pos ini saja diperkirakan mencapai Rp3,78 miliar. Situasi serupa juga terjadi pada Ujian Sekolah kelas 6. Harga yang dipatok sebesar Rp31.000 per siswa, sedangkan harga asli sekitar Rp10.000. Selisih Rp21.000 ini, jika dikalikan dengan 45 ribu siswa kelas 6, menimbulkan dugaan kerugian sebesar Rp945 juta. Jika kedua pos besar ini digabung, maka dana yang ditengarai “bocor” mencapai lebih dari Rp4,7 miliar. Nilai tersebut belum termasuk dugaan markup untuk map ijazah dan blanko yang juga disebut sebagai bagian dari proyek yang sama.

Pramudita Nugraha menegaskan bahwa modus yang terungkap tidak berhenti pada selisih harga. Dari keterangan sejumlah kepala sekolah, ada pula mekanisme pemotongan Rp1.000 per lembar soal yang dialokasikan ke Persatuan Guru Republik Indonesia (PGRI) dan Rp1.000 lagi untuk Kelompok Kerja Pengawas Sekolah (KKPS). Menurut HMI, hal ini memperlihatkan adanya pola pembagian keuntungan yang sistematis. Kepala sekolah menyetorkan uang ke bendahara pengawas, lalu diteruskan ke koordinator pengawas kecamatan. Selanjutnya dana digunakan untuk membayar penyedia soal, tetapi dengan harga yang sudah dinaikkan jauh di atas nilai asli.

“Sekolah menyetor dana melalui pengawas, lalu disalurkan ke pihak ketiga. Namun harga yang dibayarkan tidak sesuai dengan harga real. Selisih inilah yang memunculkan dugaan permainan anggaran,” ujar Pramudita.

Indikator Korupsi Terstruktur

HMI menilai dugaan ini tidak bisa dianggap sebagai pungutan liar biasa. Ada beberapa indikator yang memperkuat dugaan korupsi terstruktur:

  • Sistematis – alur setoran berlangsung berjenjang dari sekolah ke pengawas kecamatan hingga tingkat kabupaten.
  • Terencana – praktik diduga sudah disiapkan sejak pencairan BOS pada Februari 2025, lalu dieksekusi saat pelaksanaan PSAT di Mei dan US pada Juni.
  • Masif – jumlah siswa yang terlibat sangat besar: 270 ribu untuk PSAT dan 45 ribu untuk US.
  • Banyak Pihak Terlibat – mulai dari kepala sekolah, pengawas, KKPS, hingga dugaan adanya keterlibatan Dinas Pendidikan.

Dengan pola seperti ini, HMI menyebut kasus di Garut berpotensi masuk kategori “korupsi berjamaah”.

Permintaan kepada Aparat Penegak Hukum

Atas temuan ini, HMI Cabang Garut mendesak aparat penegak hukum (APH) segera turun tangan untuk menyelidiki dugaan penyalahgunaan dana BOS. Mereka menilai, jika tidak ditangani serius, kepercayaan publik terhadap pengelolaan pendidikan akan semakin runtuh.

“Kami meminta APH segera memanggil dan memeriksa pihak-pihak yang diduga terlibat. Dana BOS seharusnya dipakai untuk kebutuhan siswa, bukan dijadikan ajang keuntungan oleh segelintir pihak,” tegas Pramudita.

Hingga berita ini diterbitkan, baik Dinas Pendidikan Kabupaten Garut maupun KKPS belum memberikan keterangan resmi terkait tudingan yang dilontarkan HMI. Publik pun masih menunggu klarifikasi maupun langkah konkret dari otoritas terkait.

Jika dugaan ini benar terbukti melalui audit independen atau pemeriksaan hukum, maka kasus Garut akan menjadi contoh nyata bagaimana anggaran pendidikan bisa disalahgunakan melalui mekanisme yang rapi. Dampaknya bukan hanya berupa kerugian negara, tetapi juga membebani sekolah dan orang tua yang berharap dana BOS digunakan untuk menunjang kualitas belajar anak-anak.

Langkah Ke depan

Ke depan, transparansi harga pengadaan, laporan penggunaan dana BOS, serta mekanisme audit yang ketat perlu segera diberlakukan. Tanpa langkah korektif, kasus serupa berpotensi terus terulang dan menggerus kepercayaan masyarakat terhadap institusi pendidikan.

Dugaan penyalahgunaan Dana BOS di Garut membuka mata publik bahwa praktik korupsi di sektor pendidikan bisa dilakukan secara sistematis dan masif. HMI menilai potensi kerugian negara mencapai Rp4,7 miliar lebih, dengan pola aliran dana yang berlapis. Kini, masyarakat menunggu keseriusan aparat hukum dan pemerintah daerah dalam menindaklanjuti temuan tersebut agar dana pendidikan benar-benar kembali kepada yang berhak: siswa dan sekolah.