Mengungkap Sindikat Lintas Profesi di Kasus Penculikan Kacab Bank BUMN dan Pembobolan Rekening Dorma

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Kasus Penculikan dan Pembunuhan Kepala Cabang Bank BUMN Terungkap

Kasus penculikan dan pembunuhan Kepala Cabang (Kacab) bank BUMN, Mohamad Ilham Pradipta (37), terkait dengan skema pembobolan rekening dormant senilai Rp 204 miliar. Dari kasus ini, fakta baru terus terungkap, yang menunjukkan adanya sindikat lintas profesi yang terlibat dalam kejahatan ini.

Sindikat tersebut melibatkan berbagai pihak, termasuk bankir yang memahami seluk-beluk rekening dormant, konsultan hukum yang mengatur langkah di balik layar, hingga dua prajurit militer yang terlibat dalam lingkaran gelap ini. Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, menjelaskan bahwa dua tersangka utama, Candy alias Ken (41) dan Dwi Hartono (40), memiliki peran ganda dalam kasus ini.

Menurut Helfi, dari sembilan pelaku yang terlibat, terdapat dua orang tersangka yang berinisial C alias K dan DH sebagai sindikat jaringan pembobolan dana nasabah yang menargetkan rekening dormant. Mereka juga terlibat dalam kasus penculikan terhadap kepala cabang BRI yang saat ini ditangani oleh Ditreskrimum Polda Metro.

Dalang di Balik Sindikat

Candy berperan sebagai dalang, berpura-pura menjadi bagian dari Satuan Tugas Perampasan Aset untuk memperdaya korban. Sementara itu, Dwi Hartono bertugas membuka blokir rekening dan memindahkan dana yang dibekukan. Sejak awal Juni 2025, sindikat ini melakukan pertemuan dengan kepala cabang pembantu salah satu Bank BNI di Jawa Barat untuk merencanakan pemindahan dana pada rekening dormant.

Selain keduanya, polisi juga menetapkan tujuh tersangka lain. Mereka terdiri dari kepala cabang pembantu bank, consumer relations manager, konsultan hukum, mantan pegawai bank, mediator, fasilitator keuangan ilegal, hingga penyedia rekening penampungan. Semua memainkan peran masing-masing dalam menggerakkan aliran dana haram tersebut.

Dari Dana ke Nyawa

Rangkaian kejahatan ini kemudian bergulir menuju aksi yang lebih kejam. Direktur Reserse Kriminal Umum Polda Metro Jaya, Kombes Wira Satya Triputra, menyebut, penculikan dan pembunuhan Kepala KCP bank BUMN, Mohamad Ilham Pradipta (37), berawal dari rencana pemindahan dana yang membutuhkan otoritas korban. Para pelaku berencana melakukan pemindahan uang dari rekening dormant ke rekening penampungan yang telah dipersiapkan. Namun untuk itu, mereka memerlukan otoritas dari kepala bank.

Pertemuan pada Juni 2025 menjadi titik awal rencana penculikan. Candy dan Dwi menggerakkan tim IT dan para eksekutor untuk menargetkan Ilham agar akses ke sistem bank dapat dikuasai.

Rantai Panjang Penculikan

Polda Metro Jaya mencatat ada 18 orang yang terlibat, terdiri dari 15 warga sipil dan 2 prajurit Kopassus, sementara 1 orang sipil masih buron. Dalang utama adalah Candy alias Ken, Dwi Hartono, AAM alias A (38), dan JP (40). Eksekutor penculikan terdiri dari Erasmus Wawo (27), REH (23), JRS (35), AT (29), dan EWB (43).

Keterlibatan prajurit TNI terungkap melalui Kopda FH (32) yang menyediakan tim penculik. Serka N (48) juga disebut merekrut eksekutor atas perintah Dwi Hartono. Eksekutor penganiayaan meliputi JP, MU (44), dan DSD (44). Sementara itu, kelompok surveillance yang membuntuti korban terdiri dari Wiranto (38), Eka Wahyu (20), Rohmat Sukur (40), dan AS (25).

Kasus ini memperlihatkan wajah lain kejahatan perbankan yang bertransformasi menjadi tragedi. Sindikat lintas profesi ini membuka mata bahwa uang dan kuasa bisa menggerakkan kejahatan dengan cara yang paling gelap.