
Makanan Pokok yang Disepelekan
Di era media sosial, tubuh ideal sering dianggap sebagai simbol kesuksesan dan kepercayaan diri. Banyak orang berusaha mencapai apa yang disebut "body goals" dengan berbagai cara, mulai dari olahraga berlebihan hingga diet ekstrem. Salah satu tren yang sering muncul adalah menghindari nasi, seolah-olah makanan pokok masyarakat Indonesia ini menjadi musuh utama dalam usaha membentuk tubuh ideal. Padahal, nasi bukanlah penyebab tunggal kenaikan berat badan, melainkan cara kita mengatur pola makan dan gaya hidup secara keseluruhan.
Dampak Negatif Menghindari Nasi
Mengorbankan nasi demi memiliki tubuh yang kurus sering kali justru merugikan. Karbohidrat dari nasi merupakan sumber energi utama yang dibutuhkan tubuh untuk beraktivitas. Jika asupan ini dipotong secara drastis tanpa pengganti yang seimbang, tubuh akan mudah lelah, sulit berkonsentrasi, bahkan mengalami gangguan metabolisme. Data dari Riset Kesehatan Dasar (Riskesdas) 2018 menunjukkan bahwa proporsi energi masyarakat Indonesia memang masih didominasi karbohidrat, sekitar 56% dari total energi harian. Angka ini sebenarnya masih sesuai rekomendasi WHO, yang menganjurkan 50–60% energi harian berasal dari karbohidrat. Artinya, menghindari nasi sama sekali justru bisa membuat kebutuhan gizi harian tidak terpenuhi dengan baik.
Masalah yang Lebih Serius
Lebih jauh, obsesi tubuh ideal sering membuka jalan pada masalah yang lebih serius. Penelitian di Jakarta Timur pada remaja SMA, misalnya, menemukan bahwa 52,7% siswanya memiliki kecenderungan gangguan makan karena ketidakpuasan terhadap bentuk tubuh. Hal ini menunjukkan bahwa tren diet ketat, termasuk menghindari nasi, tidak hanya berdampak pada fisik tetapi juga mental. Remaja yang seharusnya membangun kebiasaan hidup sehat justru terjebak dalam pola pikir negatif bahwa "tidak makan nasi = lebih sehat" atau "kurus = lebih berharga".
Paradoks dalam Gizi
Ironisnya, ketika sebagian orang menghindari nasi demi kurus, Indonesia masih menghadapi masalah kekurangan gizi di berbagai daerah, termasuk stunting dan anemia. Ini memperlihatkan adanya paradoks: sebagian masyarakat berjuang keras menurunkan berat badan dengan cara ekstrem, sementara sebagian lainnya justru kesulitan memenuhi kebutuhan energi dasar harian. Alih-alih mengorbankan nasi, seharusnya kita lebih fokus pada pola makan seimbang: porsi nasi yang wajar, ditambah lauk berprotein, sayuran, buah, serta aktivitas fisik yang konsisten.
Persepsi yang Salah tentang Tubuh Sehat
Obsesi body goals sering kali menyesatkan karena mengubah makanan pokok menjadi kambing hitam. Nasi bukanlah masalah, tetapi cara kita mengelola konsumsi dan gaya hidup yang menentukan kesehatan tubuh. Memaknai tubuh sehat seharusnya tidak melulu tentang angka di timbangan atau bentuk perut rata di cermin, melainkan tentang tubuh yang cukup gizi, bertenaga, dan tahan terhadap penyakit. Dengan begitu, kita bisa melepaskan diri dari jebakan obsesi semu dan kembali melihat nasi bukan sebagai musuh, melainkan bagian dari identitas dan kebutuhan dasar yang penting bagi keseimbangan hidup.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!