Polri Amankan Rp 204 Miliar dari Kasus Rekening Dormant

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Penangkapan 9 Tersangka dalam Kasus Pembobolan Bank dengan Modus Khusus

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri berhasil mengamankan uang senilai Rp 204 miliar dalam kasus pembobolan bank yang dilakukan oleh jaringan sindikat. Uang tersebut berasal dari 42 kali transaksi pemindahan dana dari rekening dormant atau tidak aktif ke lima rekening penampungan.

Pada konferensi pers yang digelar di lobi utama Bareskrim Mabes Polri, uang sebanyak itu dijejerkan sebagai bukti nyata dari tindakan kriminal yang dilakukan. Hal ini menunjukkan betapa besar skala kejahatan yang terjadi dan bagaimana sindikat ini beroperasi secara terstruktur.

Daftar 9 Tersangka dalam Kasus Ini

Dalam kasus ini, Dittipideksus Bareskrim Polri telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka. Mereka berasal dari tiga kelompok berbeda, yaitu:

  • Kelompok Internal Bank:
    AP (50), kepala cabang pembantu yang memberikan akses ke aplikasi core banking system sehingga memungkinkan pemindahan dana secara in absentia. GRH (43), consumer relations manager yang menjadi penghubung antara jaringan sindikat pembobol dengan kepala cabang pembantu.

  • Kelompok Eksekutor:
    C (41), mastermind yang mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset dan mengeklaim menjalankan tugas negara secara rahasia. DR (44), konsultan hukum yang melindungi kelompok serta aktif dalam perencanaan eksekusi. NAT (36), mantan pegawai bank yang melakukan akses ilegal ke aplikasi core banking system dan memindahkan dana ke sejumlah rekening penampungan. R (51), mediator yang mempertemukan kepala cabang dengan sindikat sekaligus menerima aliran dana. TT (38), fasilitator keuangan ilegal yang mengelola hasil kejahatan.

  • Kelompok Pencucian Uang:
    DH (39), bekerja sama dengan pembobol bank untuk membuka blokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir. IS (60), menyiapkan rekening penampungan dan menerima aliran dana hasil kejahatan.

Menurut Helfi Assegaf, Direktur Dittipideksus Bareskrim Polri, dua tersangka lainnya, yaitu C dan K, serta DH, merupakan bagian dari sindikat jaringan pembobolan dana nasabah yang menargetkan rekening dormant. Selain itu, mereka juga terlibat dalam kasus penculikan terhadap kepala cabang BRI yang saat ini ditangani oleh Ditreskrimum Polda Metro.

Modus Operasi Sindikat

Sindikat ini menggunakan modus khusus untuk melakukan akses ilegal ke rekening dormant tanpa kehadiran fisik nasabah. Kejadian ini terjadi pada 20 Juni 2025 dan diungkap oleh penyidik Subdit II Perbankan Ditipideksus Bareskrim Polri.

Sejak awal Juni 2025, jaringan sindikat yang mengaku sebagai "Satgas Perampasan Aset" melakukan pertemuan dengan kepala cabang pembantu salah satu Bank BNI di Jawa Barat. Dalam pertemuan tersebut, mereka merencanakan pemindahan dana pada rekening dormant. Jaringan ini menjelaskan cara kerja serta peran masing-masing, mulai dari persiapan, pelaksanaan eksekusi, sampai tahap timbal balik hasil.

Selanjutnya, sindikat ini memaksa kepala cabang menyerahkan user ID aplikasi Core Banking System milik teller dan kepala cabang. Ancaman keselamatan terhadap keluarga kepala cabang juga dilontarkan bila tidak menuruti permintaan.

Di akhir Juni 2025, sindikat bersama kepala cabang sepakat melakukan eksekusi pemindahan dana pada Jumat pukul 18.00, setelah jam operasional. Waktu itu dipilih untuk menghindari sistem deteksi bank.

Para eksekutor, termasuk mantan teller bank, melakukan akses ilegal terhadap aplikasi Core Banking System. Dana sebesar Rp 204 miliar dipindahkan ke lima rekening penampungan dalam 42 kali transaksi yang hanya berlangsung 17 menit.

Pihak bank mendeteksi adanya transaksi mencurigakan lalu melaporkannya ke Bareskrim Polri. Atas adanya laporan tersebut, penyidik Subdit II Perbankan Dittipideksus Bareskrim Polri langsung berkomunikasi dengan rekan mereka di PPATK untuk melakukan penelusuran dan pemblokiran terhadap harta kekayaan hasil kejahatan maupun transaksi aliran dana tersebut.