
Kenaikan Nilai Transaksi Harian Pasar Modal Indonesia
Di tengah fluktuasi pasar yang tinggi, nilai transaksi harian di pasar modal Indonesia terus meningkat pesat. Rata-rata Nilai Transaksi Harian (RNTH) telah melebihi target yang ditetapkan oleh Bursa Efek Indonesia (BEI). Pada perdagangan Kamis (25/9/2025), nilai transaksi mencapai Rp 26,16 triliun. Sejak awal tahun, rata-rata nilai transaksi harian mencapai Rp 15,33 triliun atau setara dengan US$ 935 juta.
Secara akumulatif, nilai transaksi atas saham saja mencapai Rp 2.607,35 triliun sejak awal tahun. Sementara itu, nilai transaksi seluruh efek mencapai Rp 2.661,11 triliun dalam periode yang sama.
Direktur Perdagangan dan Pengaturan Anggota Bursa Efek Indonesia, Irvan Susandy, menyebutkan beberapa faktor yang mendorong kenaikan transaksi harian belakangan ini. Pertama, tren penurunan inflasi dan suku bunga global, termasuk di Indonesia. Kedua, arus modal asing yang mulai memasuki pasar modal Indonesia setelah sebelumnya mengalami net sell secara signifikan.
Selain itu, kebijakan pemerintah yang memberikan sentimen positif serta peningkatan jumlah emiten dan investor juga berkontribusi pada naiknya nilai transaksi. Menurut Irvan, hal ini menunjukkan optimisme investor terhadap pasar modal Indonesia.
Dukungan dari Sektor Konglomerasi dan Saham Blue Chip
Fath Aliansyah, Head of Investment Specialist Maybank Sekuritas, menambahkan bahwa kenaikan transaksi didukung oleh kinerja saham konglomerasi dan saham blue chip. Meskipun demikian, saham perbankan cenderung menghadapi tekanan jual dari investor, sementara saham lapis dua dan tiga memiliki potensi aksi korporasi.
Saham PT Bank Central Asia Tbk (BBCA) menjadi saham dengan nilai transaksi terbanyak sepanjang tahun ini. Berdasarkan data RTI per 25 September 2025, nilai transaksi BBCA mencapai Rp 186,51 triliun. Diikuti oleh saham PT Bank Rakyat Indonesia Tbk (BBRI) dengan nilai transaksi Rp 159,9 triliun dan PT Bank Mandiri Tbk (BMRI) dengan nilai transaksi Rp 156,1 triliun.
Namun, meski nilai transaksi tinggi, kinerja saham ketiga bank tersebut masih terkoreksi. Sepanjang 2025, saham BBCA turun 20,41%, BBRI turun 0,49%, dan BMRI anjlok 23,33%.
Stabilitas Sektor Perbankan
Rovandi, Head of Research KGI Sekuritas, menjelaskan bahwa saham perbankan belum tergantikan oleh saham-saham lain. Menurutnya, kinerja perbankan tetap stabil dan sudah teruji sejak lama. Ia menilai, meski konglomerasi sering kali tidak stabil, perbankan tetap menjadi pilihan utama investor.
Maximilianus Nico Demus, Associate Director of Research and Investment Pilarmas Investindo Sekuritas, menilai bahwa tingginya nilai transaksi menunjukkan daya tarik saham perbankan. Namun, ia mengakui bahwa pergerakan saham perbankan di 2025 lebih terbatas karena adanya rotasi sektor.
Nico menilai, kemungkinan besar nilai transaksi tinggi disebabkan oleh pengalihan dana dari sektor lain ke sektor perbankan. Hal ini bisa terjadi karena pelaku pasar dan investor lebih memilih saham yang memiliki sentimen kuat dibandingkan sektor lain.
Faktor Sentimen dan Strategi Investasi
Selain itu, pelaku pasar biasanya lebih tertarik pada saham-saham yang memiliki sentimen positif. Hal ini membuat nilai transaksi menjadi lebih tinggi. Strategi investasi yang tepat dan pemahaman terhadap dinamika pasar menjadi kunci untuk memaksimalkan potensi keuntungan. Dengan kondisi pasar yang terus berkembang, investor perlu tetap waspada dan fleksibel dalam mengambil keputusan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!