Saat IHSG Melonjak, Rupiah Tertahan di Zona Merah

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Pergerakan Pasar Keuangan yang Berbeda

Pasar keuangan di dalam negeri menunjukkan pergerakan yang berbeda antara sektor saham dan nilai tukar rupiah. Di satu sisi, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) terus menguat dan mencatat rekor tertinggi. Namun di sisi lain, rupiah masih mengalami tekanan dan berada di zona merah.

Pada perdagangan Rabu (24/9/2025), IHSG berhasil mencatat kenaikan selama tiga hari berturut-turut dan ditutup pada level 8.126,55, yaitu rekor tertinggi baru. Sementara itu, kurs rupiah di pasar spot hanya menguat tipis sebesar 0,02% menjadi Rp 16.685 per dolar AS. Namun, data Jisdor Bank Indonesia (BI) menunjukkan pelemahan rupiah hingga Rp 16.680 per dolar AS. Di pasar offshore, rupiah kembali anjlok hingga Rp 16.704 per dolar AS.

Tekanan pada Rupiah

Tekanan terhadap rupiah juga terlihat dari naiknya premi credit default swap (CDS) Indonesia. Instrumen ini sebagai indikator risiko investasi meningkat menjadi 82,17 basis poin (bps), dari sebelumnya 70,17 bps pada 18 September 2025. Kepala Ekonom Bank Permata Josua Pardede menjelaskan bahwa pelebaran CDS menunjukkan biaya lindung nilai dan premi risiko meningkat, sehingga minat investor asing terhadap Surat Berharga Negara (SBN) maupun obligasi korporasi menurun. Akibatnya, rupiah terus tertekan.

Data BI menunjukkan bahwa dalam periode 15–18 September, investor asing menarik dana sebesar Rp 5,49 triliun dari SBN dan Rp 2,79 triliun dari Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI).

Dampak Kebijakan Agresif

Seorang treasury bank Eropa di Singapura menilai bahwa pelemahan rupiah tidak lepas dari kebijakan fiskal pemerintah yang dinilai terlalu agresif. Menurutnya, penggelontoran dana melalui Bank Indonesia justru melemahkan daya intervensi rupiah. Perubahan strategi spekulan dari posisi jual dolar ke beli dolar pun makin memperparah tekanan.

Global Market Economist Maybank Indonesia, Myrdal Gunarto, menambahkan bahwa arus keluar dana asing dipicu oleh aksi ambil untung setelah imbal hasil obligasi pemerintah Indonesia semakin kurang menarik. Selisih yield dengan obligasi AS tenor 10 tahun sempat turun di bawah 220 bps.

Perubahan Portofolio Investor Global

Kepala Ekonom Bank Central Asia (BCA) David Sumual melihat bahwa investor global cenderung mengalihkan portofolio mereka ke saham teknologi dan komoditas logam mulia. Pergeseran ini terjadi karena suku bunga di negara emerging market, termasuk Indonesia, sedang menurun, sehingga imbal hasil instrumennya kurang kompetitif.

Ekonom Ferry Latuhihin menilai bahwa pelemahan rupiah lebih banyak dipengaruhi faktor domestik, khususnya kebijakan Bank Indonesia yang terus menurunkan suku bunga. Hal ini menjadi sinyal bahwa kondisi ekonomi tidak baik-baik saja.

Lemahnya Fundamental Ekonomi

Lemahnya fundamental ekonomi juga terlihat dari penurunan penerimaan pajak pertambahan nilai (PPN) semester I-2025 yang anjlok hampir 20% dibanding tahun lalu. Shortfall fiskal mencapai Rp 30 triliun dan diperkirakan membengkak menjadi Rp 112 triliun pada akhir tahun. Pertumbuhan kredit bank pun merosot ke 7%, jauh di bawah capaian dua digit sebelumnya.

Ferry mengingatkan bahwa kebijakan fiskal yang ultra-populis bisa makin menggerus daya tahan APBN. Tahun depan pemerintah diperkirakan harus menerbitkan surat utang baru sebesar Rp 1.400–Rp 1.500 triliun untuk membayar cicilan utang dan menutup defisit. Kondisi ini bisa memicu keluarnya dana asing secara besar-besaran.

Ia bahkan memperkirakan, rupiah berpotensi melemah hingga Rp 18.000 per dolar AS di akhir tahun. Jika hal tersebut terjadi, spekulasi hedge fund bisa memicu serangan yang makin memperlemah rupiah.