
Penyebab dan Tantangan Masalah Perumahan di Indonesia
Wakil Menteri Perumahan dan Kawasan Permukiman, Fahri Hamzah, menyampaikan bahwa masih terdapat 6 juta keluarga miskin ekstrem yang tinggal di rumah tidak layak huni dan bukan milik mereka sendiri. Hal ini menjadi perhatian serius bagi pemerintah dalam upaya menyelesaikan masalah perumahan.
Data tersebut muncul setelah Fahri melakukan pengelompokan ulang terhadap kebutuhan atau backlog rumah menjadi tiga kategori, yaitu kualitas, kuantitas, dan gabungan keduanya. Sebelumnya, Badan Pusat Statistik (BPS) hanya membagi backlog ke dalam dua kelompok, yakni kebutuhan rumah baru dan renovasi rumah. Namun, dengan adanya pengelompokan baru ini, ditemukan kategori ketiga yang menggambarkan kondisi masyarakat yang tinggal di rumah tidak layak, namun rumah tersebut bukan milik mereka sendiri.
Fahri menjelaskan bahwa BPS mencatat backlog pendirian rumah mencapai 9,9 juta unit, sedangkan jumlah rumah tidak layak huni yang membutuhkan renovasi sekitar 26 juta unit. Dari dua kelompok tersebut, pemerintah menemukan irisan baru yang menggambarkan kondisi 6 juta keluarga miskin ekstrem. Hal ini menunjukkan bahwa masalah perumahan tidak hanya terkait dengan jumlah rumah, tetapi juga dengan kualitas dan kepemilikan.
Tantangan dalam Penyelesaian Masalah Perumahan
Fahri mengungkapkan bahwa penyelesaian masalah perumahan masih menghadapi dua tantangan besar, yakni definisi dan data. Regulasi saat ini hanya mengenal dua jenis rumah, yakni rumah tapak dan rumah susun. Akibatnya, pemerintah belum bisa membangun rumah apung maupun rumah di kawasan pesisir. Hal ini menjadi kendala dalam memberikan solusi yang sesuai dengan kondisi geografis dan kebutuhan masyarakat.
Selain itu, ia menilai data rinci terkait kebutuhan rumah juga masih terpecah di banyak kementerian dan lembaga. “Kita harus sinkronisasi semua data saat membicarakan data backlog perumahan. Sekali lagi, pendataan kebutuhan perumahan membutuhkan integrasi data di semua kementerian dan lembaga yang ada,” ujarnya.
Kinerja dan Fokus Kementerian
Fahri juga mengaku bahwa pihaknya belum menghasilkan pencapaian signifikan pada tahun ini. Ia bahkan menyampaikan permintaan maaf kepada Menteri Koordinator Bidang Infrastruktur dan Pembangunan Kewilayahan, Agus Harimurti Yudhoyono, karena Kementerian PKP lebih banyak mengerjakan hal di luar target utama, seperti rumah melalui dana CSR maupun penyaluran rumah bersubsidi.
“Kami tampak sibuk mengurus rumah dari dana CSR dan segala macam, padahal itu bukan key performance index (KPI) kami. Harusnya kami fokus kepada KPI kami, sebab itu ada dalam mandat peraturan presiden pembentukan kementerian ini,” kata Fahri.
Langkah yang Diperlukan
Untuk mengatasi masalah perumahan, diperlukan langkah-langkah strategis yang melibatkan berbagai pihak. Pertama, pentingnya koordinasi antar lembaga dan kementerian dalam mengumpulkan data yang akurat dan terintegrasi. Kedua, perlu adanya revisi regulasi agar dapat mencakup berbagai jenis rumah yang sesuai dengan kondisi masyarakat. Ketiga, fokus pada target utama KPI yang telah ditetapkan agar tidak terganggu oleh aktivitas di luar mandat.
Dengan demikian, pemerintah dapat lebih efektif dalam menyelesaikan masalah perumahan, terutama untuk masyarakat miskin ekstrem yang tinggal di rumah tidak layak huni.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!