
Proyek Giant Sea Wall: Melindungi Jakarta dan Ekonomi Nasional
Menteri Perencanaan Pembangunan Nasional (PPN)/Kepala Badan Perencanaan Pembangunan Nasional (Bappenas) Rachmat Pambudy menyampaikan bahwa proyek Giant Sea Wall tidak hanya bertujuan melindungi Pantai Utara Jawa dari banjir dan abrasi, tetapi juga menjaga pusat-pusat perekonomian Indonesia. Proyek ini menjadi bagian penting dalam upaya memastikan keberlanjutan pembangunan di kawasan pesisir.
Giant Sea Wall Jakarta adalah proyek pembangunan tanggul laut raksasa yang dirancang untuk melindungi kota dari ancaman banjir dan penurunan tanah. Proyek ini merupakan bagian dari National Capital Integrated Coastal Development (NCICD), yang direncanakan selesai pada tahun 2027. Proyek ini mencakup berbagai elemen penting seperti pengembangan infrastruktur, perumahan, area hijau, serta fasilitas umum.
Rincian Proyek dan Biaya
Panjang tanggul laut raksasa mencapai 32 kilometer, mulai dari Tangerang hingga Pelabuhan Tanjung Priok. Biaya proyek diperkirakan mencapai sekitar 40 miliar dolar Amerika Serikat atau setara dengan Rp656 triliun. Selain itu, proyek ini juga mencakup pembangunan 17 pulau buatan di Teluk Jakarta. Pengembangan perkotaan terpadu akan dilakukan dengan mengintegrasikan kantor, perumahan, area hijau, dan pantai.
Jika selesai, fasilitas-fasilitas tersebut diharapkan dapat melindungi Jakarta dari banjir dan penurunan tanah. Selain itu, proyek ini juga akan meningkatkan daya tahan ekonomi, sosial, dan lingkungan. Dengan adanya proyek ini, risiko banjir rob dan abrasi pantai akan berkurang, serta infrastruktur vital di Pantai Utara Jawa akan lebih aman.
Data Ekonomi dan Pentingnya Proyek
Bappenas mencatat bahwa 56 persen dari total Produk Domestik Bruto (PDB) Indonesia berasal dari Pulau Jawa, dan 70 persen dari jumlah tersebut berasal dari Pantai Utara Jawa. Angka ini menunjukkan betapa pentingnya wilayah ini bagi perekonomian nasional.
Rachmat Pambudy menyatakan bahwa 26 persen dari total PDB Indonesia ada di aglomerasi Jakarta dan sekitarnya, sedangkan 18 persen ada di Jakarta sendiri. Hal ini menjadikan penyelamatan infrastruktur di wilayah pantai utara Jakarta sebagai langkah penting dalam menjaga stabilitas ekonomi nasional.
Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat besaran PDB nasional atas dasar harga berlaku (ADHB) mencapai Rp5,95 kuadriliun pada triwulan II 2025. Angka ini menunjukkan pertumbuhan ekonomi yang signifikan, yang tentu saja harus didukung oleh infrastruktur yang memadai.
Model Pengembangan Kota yang Berkelanjutan
Rachmat Pambudy menilai bahwa pembangunan Giant Sea Wall dapat menjadi model baru pengembangan kawasan di Indonesia, terutama wilayah perkotaan di pesisir. Ia menekankan bahwa Indonesia memiliki karakteristik alam yang unik, salah satunya adalah garis pantai yang panjang karena adanya ribuan pulau. Hal ini memerlukan kebijakan khusus terkait pembangunan kawasan.
“Dengan 17 ribu pulau, dengan laut-laut yang begitu saling memisahkan, tapi sebenarnya menghubungkan, kita perlu membangun kota baru sendiri. Kita perlu membangun aglomerasi sendiri,” ujar Rachmat.
Ia menambahkan bahwa kebijakan yang dibuat harus dapat diimplementasikan secara berkelanjutan sesuai dengan karakteristik masing-masing daerah. Tujuannya adalah agar strategi kebijakan perkotaan nasional menuju tahun 2045 benar-benar menjadi model yang sesuai dengan kondisi Indonesia.
Visi Kebijakan Perkotaan Nasional 2045
Rachmat mengajak semua pihak untuk berkolaborasi merealisasikan visi Kebijakan Perkotaan Nasional (KPN) 2045. Visi ini menekankan pembangunan sistem kota yang seimbang, menyejahterakan, dan berkeadilan; layak huni, inklusif, dan berbudaya; maju dan sejahtera; hijau dan tangguh; serta berkata kelola yang transparan, akuntabel, cerdas, dan terpadu.
Menurut Rachmat, visi ini menjadi penguatan dan penajaman bahwa Indonesia harus membangun kota-kotanya sendiri sesuai dengan model yang sesuai dengan karakteristik negara ini. “Tidak ada satupun negara yang memiliki karakteristik sama dengan Indonesia,” tuturnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!