
Penggunaan Kecerdasan Buatan di Dunia Pendidikan
Kecerdasan buatan (AI) semakin masuk ke dalam berbagai sektor, termasuk dunia pendidikan. Dari aplikasi belajar interaktif hingga platform yang membantu guru mengelola administrasi, teknologi ini diyakini mampu mengubah cara belajar dan mengajar. Namun, di Indonesia, banyak guru masih belum sepenuhnya memahami bagaimana memanfaatkan AI secara efektif di kelas. Bahkan, mereka kesulitan untuk menerapkan ilmu tersebut sebagai bahan ajar bagi siswa.
Untuk menjawab tantangan ini, Prestasi Junior Indonesia (PJI) bekerja sama dengan Amazon Web Services (AWS). Sejak awal 2025, mereka melatih lebih dari 5.100 siswa dan 40 guru di 40 sekolah menengah di Jawa Barat dalam program STEM Capacity Building. Fokus pelatihan tidak hanya pada konsep dasar AI dan machine learning, tetapi juga memberi ruang praktik agar teknologi ini terasa nyata bagi guru dan siswa.
Data dari AWS dan Strand Partners menyebutkan bahwa 28 persen pelaku usaha di Indonesia sudah mengadopsi AI dengan pertumbuhan tahunan 47 persen. Namun, 57 persen di antaranya mengaku kesulitan mencari tenaga kerja terampil. Fakta ini menunjukkan adanya jurang yang semakin lebar antara kebutuhan industri dengan kesiapan tenaga pendidik dan pelajar.
“Guru masih jadi kunci. Kalau guru tidak memahami teknologi, siswa juga akan kesulitan mengeksplorasi potensi AI secara maksimal,” ujar Ketua Pengurus PJI Pribadi Setiyanto.
AI Hackathon: Kompetisi Siswa Berbasis Teknologi
Puncak dari rangkaian pelatihan ini adalah AI Hackathon di Bandung beberapa waktu lalu. Sebanyak 246 siswa dari 31 sekolah berkompetisi mengembangkan solusi berbasis AI dengan tema AI for Education. Banyak ide justru diarahkan untuk membantu guru, mulai dari aplikasi administrasi pintar hingga alat komunikasi bagi siswa tuli dan bisu.
Tim SoLearn dari SMAN 2 Cibinong, misalnya, menciptakan aplikasi 'Learn to Earn' yang menggabungkan gamifikasi, bimbingan AI, dan desain pelajaran interaktif. Aplikasi ini dirancang agar guru tidak hanya terbantu dalam urusan teknis, tapi juga lebih mudah memberi motivasi personal pada siswanya.
“Awalnya saya hanya tertarik dengan teknologi, tapi lewat Hackathon ini saya belajar bagaimana membuat ide yang benar-benar bermanfaat untuk guru dan siswa,” ujar Restu Hidayat, anggota Tim SoLearn.
Tantangan Terbesar Ada pada Guru
Meski siswa terlihat cepat beradaptasi, tantangan terbesar tetap ada pada guru. Dari 40 guru yang ikut serta, hanya sebagian yang cukup familiar dengan AI. Untuk itu, PJI meluncurkan program Teacher Ambassadors, memilih guru-guru terbaik yang siap menjadi duta AI di sekolah masing-masing. Mereka akan didukung agar bisa menularkan pemahaman kepada rekan sejawat.
“Literasi AI adalah fondasi penting bagi talenta masa depan. Kami senang bisa ikut membantu guru agar tidak tertinggal dari siswanya,” kata Winu Adiarto, Indonesia Regional Manager AWS.
Dukungan Pemerintah Daerah
Pemerintah daerah pun mendukung inisiatif ini. Kepala Bappeda Jawa Barat Dedi Mulyadi, menilai program seperti ini sejalan dengan visi pembangunan SDM berbasis inovasi.
“Generasi muda yang mampu melahirkan solusi teknologi adalah investasi strategis untuk masa depan Jawa Barat,” ujar Dedi.
Rencana Ke Depan
Ke depan, PJI dan AWS berencana memperluas jangkauan program ini ke lebih banyak sekolah. Harapannya, tidak hanya siswa yang melek AI, tetapi juga guru bisa menjadi penggerak utama dalam pemanfaatan teknologi di ruang kelas. Dengan demikian, pendidikan di Indonesia akan semakin maju dan mampu bersaing di tingkat global.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!