
Pembahasan Revisi UU BUMN yang Menyentuh Aspek Hukum dan Regulasi
Komisi VI DPR sedang mempercepat pembahasan revisi Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2025 tentang Badan Usaha Milik Negara (BUMN). Perubahan ini terkait dengan peralihan sebagian fungsi kementerian setelah berdirinya Badan Pengelola Investasi Daya Anagata Nusantara atau Danantara pada akhir Februari lalu. Dalam rapat yang digelar, fokus utama adalah mengatur keuntungan atau kerugian yang dialami BUMN, di mana hal tersebut tidak lagi dianggap sebagai kerugian negara, melainkan hanya menjadi masalah internal perusahaan.
Selain itu, rapat juga membahas pemisahan kekayaan perusahaan pelat merah dari keuangan negara. Wakil Ketua Komisi VI DPR sekaligus Ketua Panja RUU BUMN, Andre Rosiade, menjelaskan bahwa penafsiran terhadap aturan bisa berbeda-beda di lapangan, sehingga sering menimbulkan perdebatan. Ia menegaskan bahwa semangat undang-undang tersebut bukan untuk menghalangi aparat penegak hukum, tetapi justru memberikan ruang bagi penegakan hukum jika ada pejabat BUMN yang melakukan penyelewengan.
Pendapat Ahli Hukum Mengenai Business Judgement Rule
Andre menyampaikan bahwa melalui partisipasi yang bermakna dalam rapat hari ini, DPR akan membahas revisi UU BUMN sambil mempertimbangkan kekhawatiran aparat penegak hukum (APH). Solusi yang dicari adalah agar business judgement rule tetap berjalan tanpa menghalangi APH dalam menegakkan hukum. Ia menegaskan bahwa jika ada pejabat BUMN yang melakukan tindakan ilegal, mereka harus ditangkap dan diproses secara hukum.
Dosen Fakultas Hukum Universitas Gajah Mada, Mailinda Eka Yuniza, menilai bahwa status BUMN sebagai bagian dari keuangan negara berpotensi membuat pejabat BUMN rawan terjerat kasus Tindak Pidana Korupsi (Tipikor). Menurutnya, perlu dilihat apakah persoalan tersebut muncul dari status keuangan BUMN atau dari perbedaan persepsi mengenai delik Tipikor itu sendiri. Ia menyarankan agar perspektif tentang Tipikor disamakan.
Rapat dengar pendapat hari ini juga menghadirkan profesor dari Universitas Jember, Gede Widhiana Suarda, dan guru besar Universitas Lampung, Rudy Lukman. Mereka memberikan masukan penting terkait pengaturan hukum dan regulasi yang relevan.
Prolegnas 2026 dan Potensi Perubahan Status Kementerian BUMN
Pembahasan revisi UU BUMN ini seiring dengan masuknya rancangan dalam program legislasi nasional (prolegnas) DPR untuk tahun 2025. Ketua Baleg DPR, Bob Hasan, menyatakan bahwa pembahasan diharapkan rampung pada tahun ini. Sementara itu, DPR telah memasukkan RUU tentang Danantara ke dalam prolegnas 2026.
Bob menjelaskan bahwa keberadaan Danantara memicu perlu adanya sejumlah penyesuaian meski RUU BUMN sudah direvisi dan disahkan pada awal 2025 lalu. "Kalau kemarin lembaganya kementerian, besok ini mungkin badan atau apa," ujarnya.
Wakil Ketua DPR RI, Sufmi Dasco Ahmad, menjelaskan bahwa revisi UU BUMN dilakukan untuk mengakomodasi putusan Mahkamah Konstitusi (MK) terkait BUMN, termasuk ketentuan bahwa wakil menteri hanya boleh menjabat sebagai komisaris maksimal selama dua tahun. Selain itu, Dasco juga menyebut revisi menampung masukan dari masyarakat dan usulan penting yang muncul selama pembahasan.
Perubahan Status Kementerian BUMN Menjadi Badan
Dasco menjelaskan bahwa sebagian besar fungsi Kementerian BUMN kini telah diambil alih oleh Danantara. Peran kementerian lebih terbatas pada fungsi sebagai regulator, pemegang saham seri A, sehingga ada rencana untuk menurunkan status dari kementerian BUMN menjadi badan. Dasco mengungkapkan bahwa nantinya Kementerian BUMN bisa berubah menjadi Badan Penyelenggara BUMN (BP BUMN), yang akan berdiri sendiri tanpa bergabung atau melebur dengan Danantara.
Sebelumnya, Menteri Sekretaris Negara (Mensesneg) Prasetyo Hadi mengungkapkan kemungkinan Kementerian BUMN berubah status menjadi badan. Ia menegaskan bahwa saat ini Kementerian BUMN bertindak sebagai regulator, sedangkan fungsi operasional lebih banyak dikerjakan oleh Danantara. Prasetyo mengatakan nomenklatur lembaga tersebut tengah menunggu pembahasan bersama DPR terkait RUU BUMN. Ia juga menyebut banyak masukan dari delapan fraksi yang ada di DPR, termasuk masalah rangkap jabatan dan penyelenggara BUMN yang dianggap sebagai penyelenggara negara.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!