Postur APBN 2026: Belanja Melonjak, Defisit Capai Rp 689,1 Triliun

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

APBN 2026 Disahkan, Belanja Negara Naik Signifikan

Rapat paripurna Dewan Perwakilan Rakyat pada Selasa, 23 September 2025 telah menyetujui Undang-undang Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2026. Dalam anggaran ini, belanja negara mengalami kenaikan sebesar Rp 56,2 triliun, dengan mayoritas alokasi dana tersebut dialokasikan untuk transfer ke daerah.

Total pendapatan negara ditetapkan sebesar Rp 3.153,58 triliun, sementara belanja negara mencapai Rp 3.842,7 triliun. Dengan demikian, APBN 2026 diperkirakan mengalami defisit sebesar Rp 689,1 triliun. Penyesuaian terhadap anggaran ini dilakukan setelah adanya peningkatan pendapatan negara sebesar Rp 5,9 triliun dari target sebelumnya, yang berasal dari sektor kepabeanan dan cukai serta penerimaan negara bukan pajak (PNBP). Sementara itu, target pendapatan pajak tetap tidak berubah.

Ketua Badan Anggaran (Banggar) DPR, Said Abdullah, menjelaskan bahwa penyesuaian postur APBN 2026 dilakukan karena meningkatnya kebutuhan transfer ke daerah. Hal ini menyebabkan defisit naik dari asumsi awal sebesar 2,48 persen menjadi 2,68 persen terhadap Produk Domestik Bruto (PDB). Kenaikan belanja negara sebesar Rp 52 triliun berasal dari kenaikan dana transfer ke daerah sebesar Rp 43 triliun dan belanja pemerintah pusat yang meningkat sebesar Rp 13,2 triliun. Penambahan anggaran juga ditujukan untuk memperkuat program Asta Cita.

Setelah rapat antara Banggar DPR dengan pemerintah pada 18 September 2025, Said merinci tambahan anggaran di beberapa kementerian dan lembaga. Di antaranya adalah Kementerian ESDM yang mendapat tambahan sebesar Rp 2 triliun, Kementerian Komunikasi dan Digital sebesar Rp 537,78 miliar, serta Kementerian UMKM sebesar Rp 250 miliar. BP Batam, Kejaksaan Agung, dan Lembaga Ketahanan Nasional (Lemhannas) juga menerima tambahan anggaran masing-masing sebesar Rp 80 miliar, Rp 250 miliar, dan Rp 15 miliar.

Selain itu, Kementerian Imigrasi, Kementerian Luar Negeri, Kemendikti Saintek, Kemendikdasmen, dan Kementerian Tenaga Kerja masing-masing mendapat tambahan anggaran sebesar Rp 769 miliar, Rp 196 miliar, Rp 873,8 miliar, Rp 1,2 triliun, dan Rp 144 miliar. DPR dan pemerintah juga sepakat menambah dana alokasi khusus untuk pendidikan sebesar Rp 6,9 triliun.

Menurut Kepala Pusat Makroekonomi Indef, Rizal Taufiqurrahman, kenaikan belanja yang lebih besar dibandingkan tambahan pendapatan membuat defisit APBN 2026 meningkat menjadi 2,68 persen terhadap PDB. Meskipun angka ini masih di bawah batas aman sebesar 3 persen, namun hal ini mempersempit ruang fiskal.

Peningkatan belanja, terutama untuk transfer ke daerah dan program populis lainnya, menunjukkan bahwa pemerintah lebih memilih ekspansi jangka pendek daripada konsolidasi fiskal yang seharusnya dilakukan pasca-pandemi. Dengan pola seperti ini, tren keberlanjutan fiskal semakin tertekan karena beban pembayaran bunga utang dan kewajiban utang akan semakin besar.

Presiden Prabowo Subianto pernah menyampaikan harapan untuk mewujudkan APBN tanpa defisit. Namun, menurut Rizal, ambisi ini memiliki peluang sangat kecil untuk tercapai sebelum 2028. Untuk mencapai tujuan tersebut, diperlukan rasio pajak minimal 13–14 persen terhadap PDB, sementara saat ini rasio pajak masih berkisar 10 persen dari PDB. Selain itu, diperlukan pertumbuhan ekonomi di atas 6 persen secara berkelanjutan dan efisiensi belanja yang drastis.

Target defisit nol lebih layak dipandang sebagai aspirasi politik jangka menengah ketimbang baseline teknokratis. Fokus yang lebih realistis adalah mencapai surplus primer secara konsisten agar beban bunga dapat ditekan.

Konsekuensi pelebaran defisit tahun depan adalah meningkatnya beban bunga. Tahun depan, kewajiban bunga utang yang harus dibayar hampir mencapai Rp 600 triliun. Ditambah dengan utang jatuh tempo yang mencapai lebih dari Rp 800 triliun. Pemerintah juga perlu membiayai defisit sebesar Rp 689,1 triliun. Artinya, total kebutuhan pembiayaan 2026 bisa menembus sekitar Rp 2.000 triliun, termasuk bunga, pokok, dan defisit baru.