Empat Rekomendasi Penting untuk Menjaga Ruang Fiskal APBN 2025

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Membaca APBN 2025 dalam Tengah Ketidakpastian Global

Membaca Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2025 dalam konteks global yang penuh ketidakpastian ibarat berada di antara rasa aman semu dan risiko yang tersembunyi. Meskipun defisit anggaran sebesar Rp 321,6 triliun atau 1,35 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB) tampak terkendali, bahkan lebih rendah dibandingkan banyak negara berkembang lainnya, kondisi ini tidak sepenuhnya menjamin keamanan jangka panjang.

Dosen dan peneliti Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Listya Endang Artiani menyatakan bahwa risiko fiskal jangka menengah dari penerimaan pajak yang rapuh dan belanja subsidi energi yang membengkak membutuhkan strategi korektif agar APBN tidak hanya menjadi penyangga sementara, tetapi juga instrumen pembangunan yang berkelanjutan.

Rekomendasi untuk Memperkuat APBN

Ada empat rekomendasi utama yang dapat diberikan untuk memperkuat APBN 2025. Pertama, reformasi perpajakan menjadi kunci utama. Basis pajak Indonesia masih sempit, dengan tax ratio yang berkisar 9,4 persen PDB, termasuk yang terendah di antara negara G20.

Dalam teori optimal taxation (Ramsey, 1927), sistem pajak yang baik harus mampu meminimalkan distorsi terhadap aktivitas ekonomi sekaligus menghasilkan penerimaan yang cukup. Artinya, peningkatan rasio pajak tidak bisa hanya bergantung pada kenaikan tarif atau penerbitan aturan baru, melainkan pada penguatan administrasi perpajakan, digitalisasi, dan integrasi data ekonomi.

Implementasi Core Tax System yang sedang berjalan harus diakselerasi agar dapat meningkatkan kepatuhan wajib pajak melalui transparansi dan efisiensi. Di sisi lain, perluasan pajak berbasis digital economy, carbon tax, serta optimalisasi Pajak Bumi dan Bangunan di daerah kaya sumber daya bisa menjadi jalan memperluas basis penerimaan. Prinsipnya, tanpa reformasi perpajakan yang signifikan, APBN akan selalu rapuh menghadapi guncangan eksternal.

Pengelolaan Belanja Negara yang Produktif

Kedua, pengelolaan belanja negara harus diarahkan pada prioritas produktif. Literatur Barro (1990) tentang productive vs. unproductive government expenditure menekankan bahwa belanja publik yang produktif seperti pendidikan, kesehatan, dan infrastruktur akan mendorong pertumbuhan jangka panjang, sementara belanja yang konsumtif dan tidak tepat sasaran berpotensi menekan efisiensi ekonomi.

Belanja subsidi energi yang mencapai Rp 176,5 triliun pada 2025 perlu dievaluasi secara mendasar. Alih-alih menyalurkan subsidi harga yang bersifat regresif, pemerintah sebaiknya mengalihkan sebagian besar anggaran tersebut menjadi subsidi langsung yang lebih tepat sasaran kepada kelompok miskin, atau ke investasi jangka panjang di bidang energi terbarukan. Dengan demikian, APBN bukan hanya menjaga daya beli sesaat, tetapi juga membangun ketahanan energi dan mengurangi ketergantungan pada fluktuasi harga minyak global.

Selain itu, program-program sosial berskala besar seperti Makan Bergizi Gratis (MBG) juga perlu memiliki desain fiskal yang jelas. Program ini memang menjanjikan manfaat sosial dan ekonomi jangka pendek, namun tanpa skema pembiayaan berkelanjutan, ia berpotensi menjadi structural spending trap.

Disiplin Fiskal Jangka Menengah

Ketiga, disiplin fiskal jangka menengah harus diperkuat dengan kerangka kebijakan yang lebih transparan. Teori fiscal governance menunjukkan bahwa kredibilitas kebijakan fiskal tidak hanya ditentukan oleh angka defisit, tetapi juga oleh kualitas institusi yang mengawasi. Oleh karena itu, pemerintah bisa mempertimbangkan pembentukan Fiscal Council independen, sebagaimana diterapkan di banyak negara OECD, untuk memberikan penilaian objektif terhadap keberlanjutan fiskal.

Langkah ini tidak hanya meningkatkan kredibilitas APBN di mata investor, tetapi juga memperkuat akuntabilitas publik terhadap penggunaan anggaran.

Strategi Pembiayaan yang Lebih Beragam

Keempat, strategi pembiayaan juga harus diperluas agar tidak terlalu bergantung pada pasar keuangan domestik. Diversifikasi pembiayaan melalui green bonds, skema Kerjasama Pemerintah dan Badan Usaha (KPBU), maupun optimalisasi sovereign wealth fund dapat memberikan alternatif sekaligus mengurangi tekanan pada penerbitan surat berharga negara atau SBN konvensional. Hal ini penting agar risiko lonjakan beban bunga utang bisa diminimalkan ketika kondisi global berbalik.

Dalam kerangka portfolio diversification theory, semakin beragam instrumen pembiayaan yang digunakan, semakin rendah pula risiko fiskal terhadap gejolak tunggal di pasar obligasi domestik.

Kesimpulan: APBN sebagai Refleksi Pilihan Politik-Ekonomi

Pada akhirnya, APBN 2025 seharusnya tidak hanya dilihat sebagai catatan keuangan tahunan, melainkan sebagai refleksi atas pilihan politik-ekonomi bangsa. Apakah kita ingin terus menenangkan gejolak jangka pendek dengan subsidi dan belanja sosial besar-besaran, atau berani melakukan reformasi mendasar untuk memperkuat fondasi fiskal jangka panjang?

Jawaban atas pertanyaan ini akan menentukan apakah Indonesia dapat memanfaatkan momentum pertumbuhan menuju upper middle income country yang berkelanjutan, atau justru terjebak dalam lingkaran defisit yang semakin sulit dikendalikan.

Listya Endang menegaskan, rekomendasi yang paling realistis adalah kombinasi: menjaga peran APBN sebagai penyangga ekonomi dalam jangka pendek sesuai dengan pandangan Keynesian, sekaligus melakukan reformasi pajak dan penataan belanja secara berani dalam jangka menengah sesuai prinsip keberlanjutan fiskal. Dengan langkah itu, ruang fiskal dapat diperluas, risiko tersembunyi dapat ditekan, dan APBN bisa kembali menjadi instrumen pembangunan jangka panjang, bukan sekadar obat penenang dalam menghadapi ketidakpastian global.