Peneliti UII Soroti Bahaya Fiskal APBN 2025: Dari MBG hingga Utang

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Risiko Fiskal dari APBN 2025 yang Perlu Diperhatikan

Dosen dan peneliti Universitas Islam Indonesia (UII), Yogyakarta, Listya Endang Artiani, menyoroti berbagai risiko fiskal yang dihadapi Indonesia dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2025. Menurutnya, risiko tersebut tidak hanya berasal dari defisit anggaran, tetapi juga dari kebijakan-kebijakan yang diambil oleh pemerintah.

Salah satu program yang menjadi perhatian adalah Makan Bergizi Gratis (MBG). Program ini memiliki biaya tinggi, yaitu sekitar Rp 13 triliun pada tahap awal dan diperkirakan mencapai puluhan triliun pada 2026. Meskipun program ini memberikan manfaat sosial seperti penciptaan lapangan kerja di sektor penyediaan pangan, Listya mengingatkan bahwa tanpa desain pembiayaan yang berkelanjutan, program ini berpotensi menjadi "structural spending trap".

Menurut literatur political economy of populism, belanja sosial yang bersifat populis sering kali sulit dikurangi karena adanya biaya politik yang tinggi. Hal ini bisa memengaruhi fleksibilitas fiskal jangka menengah. Kombinasi antara subsidi energi dan belanja sosial besar-besaran dapat menggerus kemampuan pemerintah untuk melakukan pengeluaran produktif lainnya.

Ketergantungan Pada Pasar Keuangan Domestik

Implikasi lebih jauh terlihat pada keberlanjutan pembiayaan utang. Meskipun rasio utang Indonesia masih relatif rendah, di bawah 40 persen dari Produk Domestik Bruto (PDB), komposisi pembiayaan defisit yang sangat bergantung pada pasar keuangan domestik berpotensi menciptakan kerentanan baru.

Listya mengutip teori debt overhang dari Krugman, yang menyatakan bahwa ketika beban utang meningkat, investor cenderung khawatir terhadap kemampuan pemerintah membayar di masa depan. Akibatnya, permintaan yield yang lebih tinggi menjadi konsekuensi logis. Jika minat investor menurun akibat gejolak global, pemerintah harus menawarkan imbal hasil (yield) lebih tinggi untuk menarik pembeli Surat Berharga Negara, yang otomatis meningkatkan beban bunga utang dan mempersempit ruang fiskal.

Fase Ambang Batas dalam Analisis Kelayakan Utang

Dari perspektif debt sustainability analysis, menurut Listya, risiko fiskal Indonesia berada pada fase "ambang batas". Saat ini, utang masih dapat dikelola, defisit terkendali, dan inflasi rendah. Namun tanpa diversifikasi basis penerimaan dan pengendalian belanja subsidi, tren ini bisa bergeser menuju skenario berbahaya.

Ketergantungan pada pajak komoditas yang fluktuatif dan subsidi energi yang membengkak menunjukkan bahwa fondasi fiskal Indonesia masih rapuh. Tanpa reformasi yang serius, risiko fiskal jangka menengah dapat berkembang menjadi ancaman nyata terhadap keberlanjutan pembangunan dan stabilitas ekonomi makro.

Tantangan Keberlanjutan Fiskal

Listya juga menyoroti bahwa setiap kali harga minyak dunia naik, defisit langsung melebar karena subsidi energi. Hal ini membuat keberlanjutan fiskal terus berada di bawah tekanan eksternal. Oleh karena itu, implikasi dari APBN 2025 bukan hanya soal defisit yang aman atau tidak, tetapi juga mengenai kualitas penerimaan dan belanja.

Beberapa langkah penting yang perlu dilakukan antara lain:

  • Diversifikasi penerimaan: Mengurangi ketergantungan pada pajak komoditas dengan memperluas sumber pendapatan negara.
  • Pengendalian belanja subsidi: Memastikan bahwa subsidi energi tidak terlalu membengkak dan diarahkan secara efektif.
  • Reformasi struktural: Melakukan reformasi sistem fiskal yang lebih transparan dan efisien.

Dengan langkah-langkah tersebut, Indonesia dapat menjaga stabilitas ekonomi makro dan memastikan keberlanjutan pembangunan jangka panjang.