
Tantangan dalam Mendapatkan Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi untuk Dapur Program Makan Bergizi Gratis
Badan Gizi Nasional (BGN) terus berupaya memastikan bahwa dapur program Makan Bergizi Gratis (MBG) dapat memenuhi standar higiene dan sanitasi. Salah satu langkah yang dilakukan adalah mendapatkan Sertifikat Laik Higiene dan Sanitasi (SLHS). Namun, proses ini masih menghadapi sejumlah kendala, khususnya terkait pelatihan bagi tenaga kerja di Satuan Pelayanan Pemenuhan Gizi (SPPG).
Wakil Kepala BGN, Brigjen Pol. Sony Sonjaya menjelaskan bahwa salah satu syarat utama untuk mendapatkan SLHS adalah adanya pelatihan dan bimbingan teknis tentang kebersihan bagi para pekerja SPPG. Sayangnya, pelatihan tersebut tidak bisa dilakukan setiap hari karena harus disesuaikan dengan jam operasional dapur.
“Pelatihan hanya bisa dilakukan saat dapur tidak beroperasi, biasanya di akhir pekan,” ujar Sony dalam sebuah acara di Artotel Living World Kota Wisata Cibubur, Kamis (25/9). Ia menambahkan bahwa proses ini membutuhkan waktu yang cukup lama karena tidak bisa dilakukan secara berkala.
Data dari Kantor Staf Presiden (KSP) menunjukkan bahwa hingga awal pekan ini, hanya 34 dari total 8.583 SPPG yang sudah beroperasi memiliki SLHS. Padahal, sertifikat ini menjadi bukti bahwa suatu SPPG telah memenuhi standar mutu dan persyaratan keamanan pangan.
SLHS diterbitkan oleh Kementerian Kesehatan setelah melalui pemeriksaan oleh Dinas Kesehatan provinsi. Sony menekankan bahwa pelatihan menjadi salah satu langkah terakhir sebelum pemeriksaan prasarana dapur, termasuk sirkulasi udara dan peralatan masak.
Masalah Keracunan yang Terjadi di Dapur MBG
Sebelumnya, Kepala KSP Muhammad Qodari mengungkapkan bahwa masih ada banyak kasus keracunan massal terkait pangan MBG. Data yang diperoleh menunjukkan bahwa hingga 17 September, terdapat 46 kasus keracunan dengan 5.080 penderita. Selain itu, Kementerian Kesehatan melaporkan 60 kasus dengan 5.207 penderita, sedangkan BPOM menemukan 55 kasus dengan 5.320 penderita hingga 10 September.
Menurut Qodari, puncak kasus keracunan terjadi pada bulan Agustus, dengan penyebaran terbesar di Jawa Barat. Faktor-faktor penyebab keracunan antara lain kebersihan makanan yang tidak terjaga, suhu makanan yang tidak sesuai, serta pengolahan pangan yang kurang tepat.
Qodari juga menyampaikan bahwa dari 1.379 SPPG yang ada, hanya 413 yang memiliki Standar Operasional Prosedur (SOP) keamanan pangan. Dari jumlah tersebut, hanya 312 yang benar-benar menjalankannya.
Langkah yang Harus Diambil untuk Memperbaiki Situasi
Dari data tersebut, jelas bahwa SOP keamanan pangan sangat penting dalam menjaga kualitas dan keselamatan pangan yang diberikan melalui program MBG. Qodari menegaskan bahwa tanpa adanya SOP yang diterapkan secara konsisten, masalah keracunan akan sulit dihindari.
Selain itu, pelatihan bagi tenaga kerja SPPG juga perlu ditingkatkan agar mereka lebih memahami prosedur kebersihan dan pengolahan makanan. Hal ini menjadi kunci untuk meningkatkan kualitas layanan MBG dan memastikan bahwa semua masyarakat yang menerima pangan dari program ini tetap aman dan bergizi.
Dengan adanya perbaikan dalam sistem pelatihan dan penerapan SOP, diharapkan nantinya seluruh SPPG dapat memenuhi standar keamanan pangan dan berhasil meraih SLHS. Ini akan menjadi langkah penting dalam membangun kepercayaan masyarakat terhadap program MBG dan menjaga kesehatan masyarakat secara keseluruhan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!