Investasi Mobil Listrik Tiongkok Membidik Pasar Global, Termasuk Indonesia

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Perubahan Signifikan dalam Industri Kendaraan Listrik Tiongkok

Industri kendaraan listrik (EV) di Tiongkok sedang mengalami pergeseran besar. Setelah bertahun-tahun fokus pada investasi dalam negeri, kini para produsen mobil listrik asal negara tersebut lebih agresif menanamkan modal di luar Tiongkok. Perubahan ini menunjukkan strategi baru yang dilakukan oleh industri otomotif Tiongkok untuk menghadapi tantangan pasar domestik yang semakin berat.

Pada awalnya, strategi domestik berhasil memberikan hasil yang baik. Permintaan terhadap mobil listrik dan hybrid plug-in di Tiongkok melonjak tajam, sehingga banyak merek lokal berkembang pesat. Namun, dalam beberapa tahun terakhir, pasar dalam negeri mulai mencapai titik jenuh. Banyak merek yang muncul, sementara jumlah pembeli tidak meningkat sebanding dengan penawaran.

Kondisi ini diperparah oleh persaingan harga yang berkepanjangan dan tekanan dari pemerintah daerah untuk memenuhi kuota produksi. Akibatnya, sejumlah merek mengambil langkah ekstrem, seperti menjual mobil listrik bekas atau membanjiri pasar global dengan produk mereka. Dalam laporan Rhodium Group, untuk pertama kalinya pada 2024, investasi EV dari Tiongkok ke luar negeri melebihi investasi di dalam negeri. Total investasi ke luar Tiongkok tercatat sebesar USD 16 miliar (sekitar Rp 259 triliun), lebih tinggi dibanding investasi dalam negeri sebesar USD 15 miliar (sekitar Rp 243 triliun).

Bloomberg menyebut bahwa pergeseran ini terjadi karena perusahaan otomotif Tiongkok menghadapi kelebihan kapasitas dan perang harga yang menekan margin keuntungan. Selain itu, mereka juga ingin menghindari tarif tinggi di Eropa dan Amerika Serikat dengan membangun pabrik di wilayah tersebut. Hal ini juga dimaksudkan untuk memenuhi permintaan pelanggan asing akan produksi yang lebih lokal.

Armand Meyer, Senior Research Analyst Rhodium Group, mengatakan bahwa fakta bahwa investasi luar negeri kini melebihi domestik mencerminkan pasar Tiongkok yang sudah jenuh, sekaligus daya tarik strategis untuk ekspansi global demi meraih keuntungan lebih besar.

Sebagian besar investasi berasal dari produsen baterai. Perusahaan besar seperti CATL memperluas produksi ke luar negeri mengikuti para kliennya agar lebih efisien dan terhindar dari beban tarif. Strategi ini juga diharapkan bisa mengurangi biaya logistik dengan memproduksi lebih dekat ke pasar tujuan.

Namun, proses ini tidak selalu mudah. Di Tiongkok, pabrik baru bisa dibangun hanya dalam beberapa bulan. Sementara di Eropa, AS, maupun Meksiko, prosesnya bisa memakan waktu bertahun-tahun karena hambatan regulasi dan isu politik. Hanya 25 persen proyek luar negeri yang telah selesai, jauh lebih rendah dibanding tingkat penyelesaian 45 persen di dalam negeri.

Pemerintah Tiongkok mulai khawatir dengan risiko transfer teknologi ke luar negeri, potensi hilangnya lapangan kerja domestik, serta ancaman pengosongan industri. Kondisi ini bisa mendorong pemerintah Tiongkok untuk mengetatkan kembali aturan terkait aliran investasi ke luar negeri.

Apapun hasilnya, simbolisme dari tren ini cukup besar. Untuk pertama kalinya, masa depan industri EV Tiongkok tidak lagi dibangun di rumahnya sendiri, melainkan tersebar di berbagai belahan dunia. Pergeseran ini menegaskan bahwa transisi dari kendaraan berbahan bakar fosil ke elektrifikasi adalah proses global yang kompleks dan penuh risiko.

Investasi Pabrik Baterai Tiongkok di Indonesia

Di Indonesia, sejumlah industri asal Tiongkok juga melakukan investasi. Terbaru, ada proyek ekosistem baterai kendaraan listrik (EV) yang merupakan kemitraan antara Zhejiang Huayou Cobalt dengan BUMN Indonesia, yaitu Proyek Titan. Proyek ini akan segera melakukan groundbreaking paling lambat pada September 2025.

Huayou menggantikan posisi LG Energy Solution (LGES) yang memutuskan untuk keluar dari proyek Titan. Megaproyek yang juga bekerja sama dengan IBC dan Antam tersebut membutuhkan investasi sebesar USD 9,8 miliar (setara Rp 129 triliun), meskipun LGES telah merealisasikan investasi sebesar USD 1,1 miliar.

Sebelumnya, ada megaproyek lain, yaitu Proyek Dragon yang merupakan kemitraan antara Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL) dengan PT Aneka Tambang Tbk (Antam) dan Indonesia Battery Corporation (IBC). Proyek ini telah resmi melakukan groundbreaking pada Minggu (29/6/2025).

Investasi proyek Dragon diperkirakan mencapai USD 5,9 miliar (setara Rp 96 triliun). Ekosistem baterai EV terintegrasi ini akan dikembangkan di Halmahera Timur, Maluku Utara, dan Karawang, Jawa Barat, dengan total kapasitas produksi baterai sebesar 15 gigawatt per jam (GWh).