Perhatikan Rekomendasi Saham dan Prospek Emiten EBT Saat Ekspansi Bisnis

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Pertumbuhan EBT di Indonesia Menunjukkan Tanda Positif

Pengembangan energi baru terbarukan (EBT) di Indonesia terus menunjukkan perkembangan yang signifikan. Sejumlah perusahaan pengembang EBT kini semakin memperkuat kinerja keuangan mereka dengan memperluas bisnis dan meningkatkan kapasitas produksi. Hal ini sejalan dengan progres transisi energi hijau yang berjalan positif, meskipun masih dalam tahap awal.

Berdasarkan data terbaru dari Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), bauran EBT pada awal September 2025 telah mencapai 16%. Angka ini lebih tinggi dibandingkan persentase pada awal tahun yang berada di kisaran 14%–15%. Peningkatan ini didorong oleh operasional beberapa proyek pembangkit hijau, seperti PLTA, PLTP, PLTS, hingga bioenergi yang telah mencapai masa operasi komersial (COD).

RUKN terbaru menyebutkan bahwa pemerintah menargetkan bauran EBT nasional dapat mencapai 23% pada tahun 2030. Dengan capaian saat ini, prospek sektor EBT terlihat cukup menjanjikan. Analis Pilarmas Investindo Sekuritas Arinda Izzaty mengatakan bahwa kenaikan bauran EBT menjadi 16% pada awal September 2025 merupakan tanda positif bagi emiten-emiten di sektor EBT.

Capaian ini menunjukkan bahwa transisi energi terus berjalan meski secara bertahap. Selain itu, hal ini juga membuka peluang pertumbuhan yang lebih besar untuk sektor EBT di masa mendatang. Bagi para pemain di sektor ini, kondisi ini memperkuat prospek bisnis mereka baik dalam jangka menengah maupun jangka panjang.

Kemungkinan besar pemerintah akan memberikan dukungan tambahan berupa insentif atau proyek baru, sehingga potensi peningkatan pendapatan bagi EBT menjadi lebih besar. Investor pun mulai melirik sektor ini karena adanya harapan atas pertumbuhan yang stabil dan dukungan dari regulasi pemerintah.

Investment Analyst Edvisor Provina Visindo Indy Naila menilai bahwa target pemerintah yang menetapkan bauran EBT sebesar 30% pada 2030 serta dukungan berupa insentif fiskal dan non-fiskal membuat sektor EBT semakin menarik. Bukan mustahil, sektor ini akan semakin ramai diperhatikan oleh pemain lama maupun pemain baru yang melakukan diversifikasi bisnis.

Namun, meskipun ada peluang, emiten EBT masih menghadapi beberapa tantangan. Salah satunya adalah biaya investasi awal yang sangat tinggi. Proyek pembangkit EBT biasanya membutuhkan modal besar dengan periode balik modal yang panjang. Akses pendanaan juga relatif terbatas karena lembaga keuangan cenderung waspada dalam membiayai proyek EBT yang belum memiliki kepastian ekonomi tanpa subsidi.

Selain itu, keterbatasan infrastruktur jaringan transmisi juga menjadi hambatan dalam integrasi EBT ke sistem kelistrikan nasional. Kepastian regulasi juga menjadi isu penting, karena perubahan kebijakan tarif, insentif, maupun kontrak dengan PLN sering kali menimbulkan ketidakpastian bagi investor.

Dalam jangka pendek, Arinda menilai saham PT Pertamina Geothermal Energy Tbk (PGEO) dan PT Barito Renewables Energy Tbk (BREN) cukup menarik bagi investor yang ingin masuk ke sektor EBT. PGEO ditargetkan bisa mencapai level Rp 1.465 per saham, sedangkan BREN ditargetkan ke level Rp 9.325 per saham. Menurut Indy, BREN juga menjadi salah satu saham yang menarik dengan target harga di kisaran Rp 9.600—9.800 per saham.