
Penerimaan Negara dari Pajak Ekonomi Digital Mencapai Rp 41,09 Triliun
Penerimaan negara dari pajak ekonomi digital di Indonesia terus menunjukkan pertumbuhan yang signifikan. Hingga 31 Agustus 2025, Direktorat Jenderal Pajak (DJP) Kementerian Keuangan mencatat realisasi penerimaan sebesar Rp 41,09 triliun. Angka ini meningkat sebesar 2,67 persen atau sekitar Rp 1,07 triliun dibandingkan posisi akhir Juli 2025 yang berada pada angka Rp 40,02 triliun.
Direktur Penyuluhan, Pelayanan, dan Hubungan Masyarakat DJP Kemenkeu, Rosmauli, menyampaikan bahwa tren positif ini menjadi indikasi kuat bahwa pajak digital semakin memainkan peran penting dalam mendukung penerimaan negara di era digital saat ini. Ia optimis bahwa pertumbuhan ini akan terus berlanjut seiring dengan perkembangan sistem pemungutan pajak, khususnya di sektor perdagangan elektronik, fintech, dan kripto, serta optimalisasi penggunaan teknologi di sektor pemerintahan.
Sumber Penerimaan Pajak Ekonomi Digital
Penerimaan pajak ekonomi digital berasal dari beberapa sumber utama, yaitu:
1. PPN PMSE
Pajak Pertambahan Nilai (PPN) dari Perdagangan Melalui Sistem Elektronik (PMSE) memberikan kontribusi terbesar terhadap penerimaan pajak digital. Hingga 31 Agustus 2025, jumlah penerimaan dari PPN PMSE mencapai Rp 31,85 triliun.
Pemungutan pajak ini dilakukan oleh 201 perusahaan yang ditunjuk pemerintah sebagai pemungut PPN PMSE. Berikut rincian penerimaan dari tahun ke tahun:
- Tahun 2020: Rp 731,4 miliar
- Tahun 2021: Rp 3,90 triliun
- Tahun 2022: Rp 5,51 triliun
- Tahun 2023: Rp 6,76 triliun
- Tahun 2024: Rp 8,44 triliun
- Tahun 2025: Rp 6,51 triliun
Hingga Agustus 2025, pemerintah telah menunjuk 236 perusahaan sebagai pemungut PPN PMSE. Dalam bulan yang sama, terdapat empat penunjukan baru, yaitu Blackmagic Design Asia Pte Ltd, Samsung Electronics Co., Ltd., PIA Private Internet Access, Inc., dan Neon Commerce Inc. Selain itu, satu perusahaan, TP Global Operations Limited, dicabut statusnya sebagai pemungut pajak.
2. Pajak Kripto
Penerimaan pajak dari aset kripto mencapai Rp 1,61 triliun hingga akhir Agustus 2025. Rinciannya adalah:
- PPh Pasal 22: Rp 770,42 miliar
- PPN Dalam Negeri: Rp 840,08 miliar
Penerimaan pajak kripto berasal dari berbagai tahun:
- Tahun 2022: Rp 246,45 miliar
- Tahun 2023: Rp 220,83 miliar
- Tahun 2024: Rp 620,4 miliar
- Tahun 2025: Rp 522,82 miliar
3. Pajak Fintech
Pajak dari industri fintech, termasuk peer-to-peer lending, mencapai Rp 3,99 triliun. Rinciannya meliputi:
- PPh Pasal 23 atas bunga pinjaman: Rp 1,11 triliun
- PPh Pasal 26 atas bunga pinjaman: Rp 724,32 miliar
- PPN dalam negeri atas setoran masa: Rp 2,15 triliun
Kontribusi pajak fintech dari tahun ke tahun adalah:
- Tahun 2022: Rp 446,39 miliar
- Tahun 2023: Rp 1,11 triliun
- Tahun 2024: Rp 1,48 triliun
- Tahun 2025: Rp 952,55 miliar
4. Pajak SIPP
Pajak dari Sistem Informasi Pengadaan Pemerintah (SIPP) mencapai total Rp 3,63 triliun. Rinciannya adalah:
- PPh Pasal 22: Rp 242,31 miliar
- PPN: Rp 3,39 triliun
Penerimaan pajak SIPP dari tahun ke tahun:
- Tahun 2022: Rp 402,38 miliar
- Tahun 2023: Rp 1,12 triliun
- Tahun 2024: Rp 1,33 triliun
- Tahun 2025: Rp 786,3 miliar
Tantangan dan Peluang di Sektor Pajak Digital
Meski ada tantangan dalam pengumpulan pajak digital, seperti kompleksitas regulasi dan kesadaran wajib pajak, pemerintah tetap berkomitmen untuk memperkuat sistem pemungutan pajak. Dengan adanya inovasi digital dan peningkatan transparansi, diharapkan dapat meningkatkan partisipasi wajib pajak dan memastikan penerimaan negara tetap stabil dan meningkat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!