
Tantangan yang Dihadapi Pelaku Social Commerce di Indonesia
Sebuah studi terbaru yang dilakukan oleh MicroSave Consulting (MSC) menunjukkan bahwa mayoritas pelaku usaha Social Commerce di Indonesia, khususnya perempuan, masih menghadapi berbagai tantangan dalam menjalankan bisnis mereka. Tantangan ini mencakup kurangnya pelatihan, keterbatasan akses pembiayaan formal, serta rendahnya adopsi teknologi digital.
Studi dengan judul “The Landscape and Financial Access of Social Commerce Sellers in Indonesia” menemukan bahwa sebanyak 74 persen pelaku Social Commerce masih bergantung pada dana pribadi sebagai modal usaha. Hanya 5,8 persen dari mereka yang pernah mengikuti pelatihan bisnis. Hal ini menunjukkan kebutuhan akan pendekatan pelatihan yang lebih fleksibel dan relevan dengan platform yang digunakan sehari-hari.
Menurut Grace Retnowati, Direktur MSC Southeast Asia, banyak perempuan pengusaha lebih memilih sistem informal seperti arisan karena merasa lebih aman dan mudah dibandingkan sistem keuangan formal. Ia menegaskan bahwa Social Commerce memberikan ruang bagi perempuan untuk menjalankan usaha tanpa meninggalkan peran domestik mereka, sehingga diperlukan sistem pendukung yang inklusif.
Contoh Nyata dari Pengusaha Lokal
Kasus Jumiyah, seorang pengusaha kuliner asal Balikpapan, menjadi contoh nyata dari rendahnya literasi digital. Ia baru mengetahui tentang fitur katalog di WhatsApp Business melalui wawancara ini. Ia berharap ada pelatihan yang dapat membantunya memanfaatkan fitur tersebut secara efektif.
Sementara itu, Ratna, seorang pengusaha kerajinan di Jawa Barat, masih enggan menggunakan sistem pembayaran digital karena khawatir akan penipuan. Cerita serupa juga dialami oleh banyak pelaku usaha lainnya yang masih ragu dalam mengadopsi teknologi digital.
Peran Pemerintah dalam Mendukung UMKM
Deputi Usaha Mikro Kementerian Koperasi dan UMKM, Riza Adha Damanik, menekankan pentingnya penguatan kapasitas usaha mikro agar mampu bersaing secara nasional. Menurutnya, Social Commerce harus menjadi pintu masuk untuk perlindungan dan promosi produk UMKM, tetapi tetap butuh pengawasan dan pendampingan.
Untuk menjawab temuan ini, MSC dan Kementerian UMKM akan menyelenggarakan webinar bertajuk “Akses Pembiayaan bagi Penjual Informal Perempuan dalam Social Commerce” pada 25 September 2025. Webinar ini akan melibatkan kementerian, pelaku UMKM, serta praktisi industri.
Pentingnya Riset dalam Pertumbuhan Perdagangan Sosial
Riset ini menjadi sangat penting di tengah pesatnya pertumbuhan perdagangan sosial, terlebih setelah diberlakukannya Permendag No. 31 Tahun 2023 yang menegaskan perlindungan terhadap UMKM dari dominasi platform digital besar.
Namun, tantangan seperti integrasi fitur, akses pasar, dan literasi digital masih menjadi penghalang utama bagi pelaku usaha informal. Dengan dukungan kebijakan inklusif, pendekatan berbasis gender, serta kolaborasi lintas sektor, perdagangan sosial dinilai memiliki potensi besar dalam mendorong pemberdayaan ekonomi perempuan serta kelompok rentan di era ekonomi digital.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!