
Pidato Presiden Prabowo di PBB Berpotensi Tingkatkan Investasi dan Pertumbuhan Ekonomi
Pidato yang disampaikan oleh Presiden Republik Indonesia, Prabowo Subianto, dalam Sidang Majelis Umum Perserikatan Bangsa-Bangsa (PBB) di New York, Amerika Serikat, dinilai memiliki potensi untuk menarik investasi serta meningkatkan pertumbuhan ekonomi nasional. Hal ini disampaikan oleh Wakil Ketua Umum Bidang Analisis Kebijakan Makro Ekonomi Kamar Dagang dan Industri (Kadin), Aviliani.
Aviliani menjelaskan bahwa saat ini Indonesia berada pada posisi strategis sebagai negara berkembang dengan potensi pertumbuhan ekonomi yang tinggi. Meskipun terdapat perbedaan pendapat di masyarakat terkait isi pidato Prabowo mengenai Palestina dan Israel, ia menilai bahwa posisi Presiden kini semakin diperhitungkan di kancah internasional. Hal ini juga membawa dampak positif bagi Indonesia dalam menarik investasi dan menjalin kerja sama global.
“Ini adalah momentum yang baik. Jika seseorang sudah dipercaya, maka apa pun yang diminta pasti bisa tercapai,” ujarnya dalam sebuah pernyataan resmi saat menjadi pembicara di Katadata Policy Dialogue.
Namun, Aviliani menekankan pentingnya kesiapan domestik dalam mengimbangi peluang tersebut. Ia menyebutkan bahwa birokrasi dan proses perizinan usaha masih menjadi tantangan utama bagi Indonesia dalam memaksimalkan peluang global.
“Jangan sampai setelah mendapatkan kepercayaan, ketika investor masuk, justru banyak kendala yang membuat mereka tidak jadi berinvestasi. Birokrasi ini selama ini menjadi masalah yang sering muncul,” katanya.
Menurut Aviliani, kondisi demografi suatu negara menjadi salah satu faktor krusial dalam menentukan pertumbuhan ekonomi. Hal ini karena jumlah penduduk usia produktif memengaruhi konsumsi dan investasi.
“Demografi sangat menentukan bagaimana perekonomian itu tumbuh. Maka dari itu, negara-negara berkembang seperti Indonesia bisa mencapai pertumbuhan 4-5% atau bahkan lebih tinggi. Sementara negara-negara maju biasanya hanya mencapai 2-3%,” jelasnya.
Ia menambahkan bahwa situasi sejumlah negara maju saat ini mengalami pertumbuhan konsumsi yang lambat akibat populasi yang menua. Hal ini juga menyebabkan penurunan minat investasi. Sebaliknya, negara-negara berkembang masih memiliki permintaan domestik yang kuat serta peluang investasi yang besar.
“Tidak ada orang yang ingin berinvestasi jika konsumsi menurun. Yang penting sekarang adalah bagaimana kebijakan pemerintah dapat membuat investor tertarik masuk ke Indonesia,” ujarnya.
Dengan posisi Indonesia yang semakin diperhitungkan di dunia internasional, Aviliani berharap pemerintah dapat memanfaatkan momentum ini secara optimal. Ia menekankan bahwa selain memperkuat citra negara di luar negeri, pemerintah juga harus fokus pada penguatan infrastruktur dan pengurangan hambatan birokratis agar investor merasa nyaman dan percaya untuk berinvestasi.
Dengan kombinasi antara kepercayaan internasional dan kesiapan domestik, Indonesia memiliki peluang besar untuk meningkatkan pertumbuhan ekonomi dan menarik investasi yang lebih besar. Namun, hal ini membutuhkan komitmen dan langkah-langkah konkret dari pemerintah untuk memastikan bahwa peluang ini benar-benar dapat dimanfaatkan secara maksimal.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!