
Desakan untuk Menghentikan Operasi Tambang di Pulau Gag
Auriga Nusantara, sebuah lembaga penelitian lingkungan, mengeluarkan desakan keras kepada pemerintah untuk segera menghentikan total operasi pertambangan PT Gag Nikel di Pulau Gag, Kabupaten Raja Ampat, Papua Barat Daya. Desakan ini muncul setelah Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mengumumkan bahwa perusahaan tersebut kembali beroperasi sejak 3 September 2025, setelah sempat ditangguhkan akibat protes publik.
PT Gag Nikel, yang merupakan anak usaha dari PT Antam, sebelumnya menjadi salah satu dari lima perusahaan yang izin operasinya ditangguhkan pada 5 Juni 2025. Empat perusahaan lain yang izinnya dicabut adalah PT Kawei Sejahtera Mining, PT Mulia Raymond Perkasa, PT Anugerah Surya Pratama, dan PT Nurham. Keputusan pemerintah untuk mengizinkan kembali operasi PT Gag Nikel dinilai oleh Auriga Nusantara sebagai tindakan yang berpotensi merusak ekosistem terumbu karang di kawasan geopark Raja Ampat.
Penilaian Terhadap Keputusan Pemerintah
Ki Bagus Hadikusuma, peneliti Direktorat Tambang dan Energi Auriga Nusantara, menyatakan bahwa alasan pemerintah yang menyebut Pulau Gag berada 40 kilometer di luar kawasan geopark tidak cukup untuk membenarkan keputusan tersebut. Menurutnya, pengelolaan geopark harus memperhatikan kawasan penyangga, bukan hanya batas wilayah semata.
“Pengelolaan geopark harus memperhatikan kawasan penyangganya. Perlindungannya tidak boleh hanya dilihat dari batas wilayah semata,” ujar Ki Bagus dalam konferensi pers di Jakarta, Kamis, 25 September 2025.
Ia menegaskan bahwa PT Gag Nikel seharusnya diperlakukan sama dengan empat perusahaan lain yang izinnya dicabut. Sebagai anak usaha BUMN, PT Gag harus memberi contoh dengan tidak melakukan penambangan di wilayah dekat geopark yang kaya akan keanekaragaman hayati.
Aspek Hukum dan Dampak Lingkungan
Auriga Nusantara juga menyoroti aspek hukum terkait aktivitas pertambangan di Pulau Gag. Pulau Gag yang luasnya hanya 77,27 kilometer persegi termasuk kategori pulau kecil. Aktivitas pertambangan di wilayah ini dinilai bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau Kecil, serta putusan Mahkamah Konstitusi yang melarang pertambangan di pulau kecil.
Berdasarkan kajian Auriga, aktivitas tambang di Raja Ampat telah memicu deforestasi hingga 623 hektare sepanjang 2001–2008. Dampaknya, kawasan pesisir dan terumbu karang di sekitar lokasi tambang mengalami kerusakan signifikan. Pantauan Auriga juga menunjukkan deforestasi besar-besaran di sejumlah pulau lain dengan konsesi tambang, seperti Pulau Kawei, Pulau Gap, Batang Pele, Manyafun, hingga Manuran. Beberapa perusahaan disebut masih menyisakan alat berat di lapangan meski operasional tambang resmi berhenti.
“Kerusakan ekosistem di pulau-pulau kecil ini menunjukkan bahwa aktivitas tambang memberikan dampak masif, bukan hanya pada daratan, tapi juga pesisir dan laut di sekitarnya,” kata Ki Bagus.
Alasan Pemerintah Mengizinkan Operasi Kembali
Sebelumnya, Kementerian ESDM menyatakan bahwa PT Gag Nikel yang berlokasi di Raja Ampat, Papua Barat Daya, sudah kembali beroperasi sejak Rabu, 3 September 2025. Dasarnya adalah hasil evaluasi Program Penilaian Kinerja Perusahaan (PROPER) yang menunjukkan Gag Nikel memperoleh peringkat hijau.
Peringkat hijau, seperti dituturkan Direktur Jenderal Mineral dan Batu Bara Kementerian ESDM Tri Winarno, berarti Gag Nikel sudah taat terhadap seluruh tata kelola lingkungan dan melakukan pemberdayaan masyarakat. “(Keputusannya) lintas kementerian, sama KLH (Kementerian Lingkungan Hidup) dan KKP ada (Kementerian Kelautan dan Perikanan),” ucap Tri dikutip dari Antara.
Dengan demikian, PT Gag Nikel kembali beroperasi setelah pemerintah menghentikan sementara kegiatan operasi anak usaha PT Aneka Tambang Tbk pada awal Juni lalu. Saat itu ramai pengaduan masyarakat atas pelanggaran penambangan di pulau kecil. Pengaduan berkembang menjadi #SaveRajaAmpat, terlebih karena kawasan itu memiliki kawasan konservasi laut dan telah ditetapkan sebagai Geopark.
Pemerintah kemudian mencabut empat izin usaha pertambangan (IUP) di Raja Ampat. Tersisa satu milik PT Gag. Presiden Prabowo Subianto meminta Bahlil dan jajarannya untuk mengawasi ketat Amdal (Analisis Mengenai Dampak Lingkungan) dan reklamasi yang masuk dalam rencana kerja PT Gag Nikel.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!