China Catat Kenaikan Ekspor Minyak Mentah dari Indonesia, Tembus 630.000 Barel per Hari - Bagaimana

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Fenomena Mencurigakan dalam Impor Minyak Mentah dari Indonesia ke China

Data bea cukai China untuk Agustus 2025 menunjukkan angka yang sangat tidak biasa. Impor minyak mentah dari Indonesia melonjak menjadi 2,7 juta ton, setara dengan sekitar 630.000 barel per hari. Angka ini memicu pertanyaan besar mengingat Indonesia telah menjadi net-importer minyak selama lebih dari 20 tahun terakhir.

Lonjakan ini menimbulkan spekulasi bahwa minyak tersebut sebenarnya berasal dari Iran yang "dialihkan" dan "diberi label" ulang sebagai produk Indonesia untuk menghindari sanksi Amerika Serikat terhadap Tehran. Hal ini didasarkan pada kesenjangan data yang signifikan. Volume impor yang dilaporkan China jauh melampaui produksi minyak mentah Indonesia domestik, yang rata-rata hanya sekitar 580.000 barel per hari. Selain itu, sebagian besar produksi dalam negeri digunakan untuk memenuhi kebutuhan domestik yang mencapai 1,7 juta barel per hari.

Statistik ekspor resmi Indonesia hingga Juli 2025 hanya mencatat sekitar 1,3 juta ton minyak mentah yang dikirim ke luar negeri—jauh di bawah angka yang diklaim China impor dalam satu bulan Agustus saja. Fakta ini semakin memperkuat dugaan bahwa ada sesuatu yang tidak beres dalam laporan neraca perdagangan ini.

Bukti Kunci dari Data Pelacakan Kapal

Bukti kunci didapatkan dari data pelacakan kapal tanker. Setidaknya empat kapal, yaitu Aquaris, Yuhan, Pola, dan Pix, menunjukkan pola pergerakan yang mencurigakan. Kapal-kapal ini terpantau memberi sinyal berhenti di Pelabuhan Kabil di Pulau Batam, Indonesia, yang letaknya dekat Singapura. Namun, Kabil bukanlah pelabuhan ekspor minyak mentah utama.

Setelah itu, kapal-kapal tersebut berpindah sinyal ke perairan Malaysia di dekat Johor untuk melakukan transfer muatan dari kapal ke kapal (ship-to-ship transfer). Perubahan draft (saraf air) kapal menunjukkan bahwa mereka memuat minyak bukan dari fasilitas Indonesia, melainkan dari sumber yang dikaitkan dengan pasokan Iran. Setelah proses ini, muatan kemudian dikirim ke pelabuhan-pelabuhan China seperti Qingdao, Dalian, dan Rizhao.

Secara historis, Malaysia telah menjadi titik transit utama untuk minyak Iran yang dialihkan. Namun, dalam beberapa bulan terakhir, impor deklarasi China dari Malaysia turun lebih dari 30%. Penurunan ini bertepatan dengan lonjakan impor dari Indonesia, menunjukkan kemungkinan pergeseran hub pengalihan akibat tekanan AS yang meningkat di bawah pemerintahan Trump.

Tindakan China dan Perspektif Ekonomi

China secara resmi tidak melaporkan impor minyak mentah dari Iran sejak pertengahan 2022. Namun, negeri Tirai Bambu itu diyakini tetap menjadi pembeli terbesar Iran, mengamankan barel minyak dengan diskon besar (minyak berlabel Indonesia yang tiba di Agustus disebut memiliki diskon $11 per barel dibanding minyak Saudi) melalui skema yang tidak transparan ini.

Hingga berita ini diturunkan, pihak berwenang Indonesia, termasuk Kementerian ESDM, Pertamina, dan pengelola Pelabuhan Kabil, belum memberikan komentar terkait laporan ini. Demikian pula dengan Kementerian Luar Negeri China. Operator kapal tanker yang terlibat juga menolak merespons atau tidak memberikan tanggapan. Keheningan semua pihak yang terlibat semakin menambah nuansa misterius pada kasus ini.

Implikasi Geopolitik dan Ekonomi

Kasus ini menyoroti kelangsungan perdagangan minyak "bayangan" (shadow trade) yang kompleks. Bagi Iran, penjualan ini adalah jalur hidup ekonomi di tengah sanksi AS. Bagi China, ini adalah cara untuk mengamankan pasokan energi dengan harga murah. Namun, bagi AS, ini menunjukkan keterbatasan efektivitas sanksi dan kemampuan adaptasi dari pelaku perdagangan untuk menemukan celah baru.

Keterlibatan Indonesia, yang notabene adalah importir minyak, dalam jaringan ini juga mempersulit pemantauan global karena secara logika produksi tidak masuk akal, namun tercatat dalam statistik resmi. Apakah pengalihan melalui Indonesia ini akan menjadi fenomena sementara atau pola baru yang permanen masih harus ditunggu. Yang jelas, lonjakan impor China dari Indonesia bukanlah cerita tentang temuan ladang minyak baru atau keajaiban produksi, melainkan cerminan dari rumitnya geopolitik energi global dan upaya terus-menerus untuk menghindari sanksi.

Fenomena Agustus 2025 ini menjadi bukti nyata bahwa dalam perdagangan minyak dunia, yang terlihat di permukaan seringkali bukanlah cerita sebenarnya.