
Dua Desa di Kabupaten Bogor Terancam Dilelang Akibat Utang yang Tidak Jelas
Dua desa di Kecamatan Sukamakmur, Kabupaten Bogor, Jawa Barat, yaitu Desa Sukaharja dan Desa Sukamulya, tengah menghadapi masalah serius. Kedua desa ini terancam dilelang setelah lahan milik mereka digunakan sebagai jaminan utang oleh sebuah perusahaan ke bank sejak 1980-an.
Perusahaan yang melakukan tindakan tersebut adalah PT Perkebunan dan Peternakan Nasional Gunung Batu. Pada tahun 1983, perusahaan ini menjaminkan tanah adat seluas 406 hektare di dua desa tersebut sebagai agunan pinjaman ke bank. Namun, hingga kini, proses lelang terus berlangsung meskipun status hukum desa tersebut tidak dapat dipertanyakan.
Menurut Menteri Desa, PDT, dan Pembangunan Daerah Tertinggal, Yandri Susanto, kasus ini menunjukkan bahwa ada ketidakjelasan dalam penerapan hukum terkait aset desa. Ia menyatakan bahwa desa memiliki kedudukan hukum yang sah karena memiliki dana desa, nomor induk desa, pemerintahan desa, serta warga yang membayar pajak dan ikut dalam pemilu.
Yandri menegaskan bahwa desa tidak seharusnya menjadi objek lelang. Ia juga meminta seluruh pihak yang memiliki kewenangan untuk menyita atau melelang agar menghentikan proses tersebut. Menurutnya, hal ini harus dihentikan segera.
Kronologi Masalah Lahan Desa
Masalah ini tidak muncul secara tiba-tiba. Akar dari kasus ini berasal dari transaksi utang-piutang antara perusahaan swasta dan bank, di mana tanah desa digunakan sebagai agunan. Berikut rangkaian peristiwa yang membentuk latar belakang kasus ini:
- 1983: PT Gunung Batu menjaminkan tanah adat seluas 406 hektare di Desa Sukaharja dan Sukamulya sebagai agunan pinjaman ke bank.
- 1991: Mahkamah Agung menyatakan aset tersebut bagian dari perkara pidana korupsi BLBI atas nama Lee Darmawan KH.
- 1994: Satgas Gabungan BI dan Kejaksaan Agung mengeksekusi lahan, namun hanya 80 hektare yang terverifikasi karena warga tidak pernah menjual tanahnya secara sah.
- 2019-2022: Satgas BLBI dan Badan Pertanahan Nasional (BPN) kembali mengklaim 445 hektare, memicu blokir sertifikasi dan pajak tanah warga.
- 2025: Plang lelang dipasang di dua desa, memicu protes warga dan intervensi pemerintah.
Kekhawatiran dan Tuntutan Hukum
Kasus ini memicu kekhawatiran di kalangan warga dan pemerhati tata kelola desa. Secara hukum, tanah desa tidak boleh dijadikan agunan, sebagaimana diatur dalam Undang-Undang Desa dan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 1 Tahun 2016.
Kepala Dinas Pemberdayaan Masyarakat dan Desa (DPMDesa) Jawa Barat, Ade Afriandi, menyebut lahan tersebut masuk dalam daftar aset sitaan BLBI dan tengah dalam proses menuju lelang. Namun, ia juga mengakui bahwa perlu verifikasi ulang karena status tanah desa berbeda dengan aset perusahaan.
Pemerintah pusat dan daerah kini menelusuri prosedur hukum dan dampaknya terhadap warga. Dugaan penyalahgunaan dokumen girik dan Letter C dalam proses agunan menjadi sorotan.
Masalah ini menunjukkan pentingnya perlindungan hak-hak dasar warga desa. Seluruh pihak diharapkan dapat bekerja sama untuk mencari solusi yang adil dan sesuai dengan aturan hukum yang berlaku.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!