Ekonom: Utang Mengancam di Masa Prabowo

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Peringatan Ekonom tentang Pengelolaan Utang Pemerintah

Beberapa ahli ekonomi memberikan peringatan kepada pemerintah untuk lebih waspada dalam mengelola utang negara. Hal ini dilakukan karena dalam postur Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) tahun 2026, defisit anggaran mengalami peningkatan signifikan. Defisit yang awalnya sebesar Rp638,81 triliun berubah menjadi Rp689,15 triliun atau setara dengan 2,68% dari Produk Domestik Bruto (PDB).

Ekonom Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia, Yusuf Rendy Manilet, menekankan bahwa strategi pengelolaan utang ke depan harus fokus pada diversifikasi instrumen, memperpanjang tenor utang, serta meminimalkan eksposur terhadap valuta asing. Ia menilai hal ini sangat penting agar risiko kenaikan nilai tukar bisa dikelola dengan baik.

Dalam APBN 2026, pemerintah rencananya akan melakukan peminjaman yang lebih besar dibandingkan nilai defisit. Hal ini dipicu oleh adanya pengeluaran pembiayaan yang bersifat investasi dan tidak termasuk dalam kategori belanja rutin. Item pembiayaan neto APBN 2026 mencapai Rp832,21 triliun.

Yusuf menyarankan agar utang baru yang diambil pemerintah dialokasikan untuk proyek-proyek yang mampu memberikan imbal hasil ekonomi yang lebih tinggi. “Ini jauh lebih baik daripada hanya digunakan untuk menutup biaya pinjaman atau membiayai belanja konsumtif,” ujarnya.

Ia juga menyoroti pentingnya transparansi dan manajemen risiko nilai tukar. Menurutnya, menjaga rasio utang tetap rendah sangat penting dalam menjaga kredibilitas fiskal pemerintah.

Defisit di Era Prabowo Lebih Besar

Ekonom Bright Institute, Awalil Rizky, menilai pelebaran defisit pada 2026 menunjukkan bahwa dua tahun pertama kepemimpinan Presiden Prabowo Subianto ditandai oleh rasio defisit yang lebih lebar dibandingkan era sebelumnya, kecuali saat pandemi Covid-19.

Ia menjelaskan bahwa rata-rata rasio defisit pada masa Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) hanya sebesar 1,19%. Saat presiden Joko Widodo, rasio defisit meningkat menjadi 2,32%. Selama pandemi, rasio defisit melonjak hingga 6,14% pada 2020 dan 4,57% pada 2021, lalu turun kembali menjadi 2,35% pada 2022, 1,61% pada 2023, dan naik lagi menjadi 2,30% pada 2024.

Menurut Awalil, untuk menutup defisit diperlukan penerimaan pembiayaan dengan nilai yang seimbang. Pembiayaan dalam APBN didefinisikan sebagai penerimaan yang perlu dibayar kembali atau pengeluaran yang akan diterima kembali, baik pada tahun anggaran tersebut maupun berikutnya.

“Dengan demikian, pembiayaan dapat bersifat pengeluaran atau pun penerimaan. Item atau nomenklatur dinyatakan dalam nilai bersih atau neto keduanya,” kata Awalil.

Peningkatan Posisi Utang

APBN 2026 menetapkan defisit dan pembiayaan anggaran sebesar Rp689,15 triliun. Komposisi dari angka tersebut terdiri dari pembiayaan utang sebesar Rp832,21 triliun yang bersifat penerimaan, serta pembiayaan non-utang sebesar Rp143,06 triliun yang bersifat pengeluaran, seperti pembiayaan investasi dan pemberian pinjaman.

Awalil menjelaskan bahwa pembiayaan utang merupakan tambahan utang neto selama setahun anggaran. “Disebut neto karena memperhitungkan penerimaan dari penarikan utang baru dan pembayaran pokok utang lama,” katanya.

Pembiayaan utang APBN 2026 juga meningkat dibanding usulan dalam RAPBN karena adanya pelebaran defisit. Pemerintah merencanakan penarikan dari Surat Berharga Negara neto sebesar Rp799,53 triliun dan pinjaman sebesar Rp32,67 triliun.

Awalil memperkirakan bahwa utang jatuh tempo pada 2026 mencapai Rp800 triliun, sehingga pemerintah perlu menarik utang baru bruto hingga Rp1.600 triliun. Dengan skema tersebut, posisi utang pemerintah diperkirakan naik dari Rp8.813 triliun per akhir 2024 menjadi Rp10.360 triliun pada akhir 2026.