Investor Asing Lepas SBN & SBRI, Likuiditas Lokal Masih Aman?

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Investor Asing Terus Lakukan Aksi Jual di Berbagai Instrumen Investasi

Di tengah situasi pasar keuangan yang dinamis, investor asing terus menunjukkan aksi jual pada berbagai instrumen investasi sepanjang bulan September 2025. Hal ini terjadi meskipun Bank Indonesia telah melakukan pemangkasan suku bunga acuan pekan lalu. Meski demikian, kapasitas penyeimbang dari dalam negeri tampaknya cukup tangguh dan mampu mengurangi dampak negatif dari aksi jual tersebut.

Data dari Bank Indonesia mencatat bahwa investor asing mencatatkan net sell senilai Rp8,12 triliun pada pekan lalu, yaitu antara 15 hingga 18 September 2025. Dari jumlah tersebut, sebagian besar berasal dari Surat Berharga Negara (SBN) dengan net sell sebesar Rp5,49 triliun dan Sekuritas Rupiah Bank Indonesia (SRBI) sebesar Rp2,79 triliun. Sementara itu, di pasar saham tercatat net buy yang sangat tipis, yaitu sebesar Rp0,16 triliun.

Faktanya, aksi jual oleh investor asing tidak hanya terjadi pada pekan lalu. Data dari Direktorat Jenderal Pengelolaan Pembiayaan (DJPPR) Kementerian Keuangan menunjukkan bahwa total net sell asing di SBN pada bulan September 2025 hingga 18 September 2025 mencapai Rp35,38 triliun. Namun, secara keseluruhan sepanjang tahun 2025, investor asing masih mencatatkan net buy sebesar Rp41,83 triliun.

Di sisi lain, data Bank Indonesia juga menunjukkan bahwa net sell asing di SRBI mencapai Rp17,97 triliun sepanjang bulan September 2025 hingga 18 September 2025. Secara year-to-date (YtD), angka tersebut meningkat menjadi Rp119,62 triliun. Sementara itu, di pasar saham, net sell asing mencapai Rp7,75 triliun sepanjang bulan September 2025 hingga 19 September 2025, dengan YtD mencapai Rp58,7 triliun.

Menurut Credit and Fixed Income Analyst Batavia Prosperindo Aset Manajemen, Putri Nur Astiwi, aksi jual asing tetap terjadi karena adanya sentimen terhadap beberapa tantangan baik dari segi eksternal maupun domestik. Di tingkat global, meskipun The Fed telah memangkas suku bunga, yield UST treasury tenor panjang masih tinggi akibat kekhawatiran inflasi pasca-penerapan tarif dan pembiayaan defisit fiskal AS.

Di dalam negeri, ketidakpastian terkait politik reshuffle Indonesia, arah defisit fiskal, serta RUU Keuangan negara turut memperburuk suasana dan membayangi pelemahan rupiah. Namun, Putri mencatat bahwa tren net sell pada pekan lalu sudah menurun dibandingkan pekan sebelumnya yang mencapai Rp14 triliun.

Meski ada tekanan jual dari investor asing, investor domestik relatif mampu mengimbangi dan menampung tekanan tersebut, khususnya di pasar SBN. Menurut Putri, secara fundamental daya tarik pasar Indonesia masih cukup baik. Imbal hasil Indonesia lebih tinggi dibandingkan beberapa negara tetangga seperti Filipina, Malaysia, dan Thailand, serta rasio utang terhadap PDB yang relatif rendah dibandingkan negara lain.

Lebih lanjut, Putri menilai bahwa aksi jual yang terjadi bulan ini lebih bersifat reaktif terhadap dinamika global dan domestik. Jika tekanan terhadap rupiah berkurang dan ketidakpastian politik serta arah fiskal mereda, pasar akan kembali merespons sentimen makro fundamental Indonesia.

Selain itu, saat ini masih ada peluang untuk pemangkasan suku bunga di masa depan. Dukungan dari likuiditas domestik melalui pembelian obligasi oleh BI, SRBI outstanding yang melandai, serta akselerasi belanja fiskal dapat menjadi penyeimbang dari tekanan ini dan membalikkan kondisi. Selain itu, BI masih memiliki kemampuan untuk intervensi menjaga stabilitas rupiah.

Bagi investor domestik, situasi ini justru menjadi peluang untuk akumulasi obligasi, terutama di saat yield kembali naik akibat outflow asing. Dukungan dari sisi likuiditas domestik dan ekspektasi penurunan BI rate lebih lanjut memberikan alasan untuk tetap konstruktif terhadap pasar obligasi jangka pendek dan menengah.