
Kinerja Keuangan Grup Merdeka pada Semester I-2025
Pada semester pertama tahun 2025, dua emiten dari Grup Merdeka, yaitu PT Merdeka Copper Gold Tbk (MDKA) dan PT Merdeka Battery Materials Tbk (MBMA), mencatatkan kinerja keuangan yang kurang memuaskan. Dinamika harga komoditas mineral serta kelangsungan proyek smelter akan menjadi faktor penentu arah kinerja kedua perusahaan tersebut dalam beberapa waktu ke depan.
Pendapatan MDKA mengalami penurunan sebesar 21,87% year on year (yoy) menjadi US$ 854,60 juta pada semester I-2025. Sementara itu, rugi bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk MDKA juga meningkat sebesar 26,4% yoy menjadi US$ 15,80 juta. Di sisi lain, MBMA juga mengalami penurunan pendapatan usaha sebesar 31,89% yoy menjadi US$ 627,70 juta. Laba bersih yang dapat diatribusikan kepada pemilik entitas induk MBMA ikut tergerus sebesar 71,31% yoy menjadi US$ 5,85 juta.
Dari sisi operasional, MDKA mampu mencatatkan kenaikan penjualan emas sebesar 15% yoy menjadi 59.535 ons troi pada semester I-2025. Sementara itu, MBMA membukukan kenaikan produksi bijih nikel sebesar 78% yoy menjadi 6,9 juta ton, yang berdampak pada peningkatan penjualan sebesar 32% yoy. Namun, produksi Nickel Pig Iron (NPI) menurun akibat pemeliharaan smelter terjadwal dan pengurangan strategis produksi High Grade Nickel Matte (HGNM).
Presiden Direktur Merdeka Copper Gold, Albert Saputro, menyatakan bahwa capaian kinerja ini menunjukkan kekuatan portofolio MDKA yang terdiversifikasi. Proyek Emas Pani yang dikelola oleh anak usaha PT Merdeka Gold Resources Tbk (EMAS) diproyeksikan mulai berproduksi pada awal 2026 dan akan memberikan basis produksi jangka panjang bagi Grup Merdeka.
Selain itu, bisnis nikel MDKA melalui MBMA berada dalam posisi untuk pemulihan yang kuat setelah pemeliharaan terjadwal dan fasilitas High Pressure Acid Leach (HPAL) mulai beroperasi. Proyek strategis lainnya dari Grup Merdeka seperti fasilitas Acid Iron Metal (AIM) yang dioperasikan PT Merdeka Tsingshan Indonesia (MTI) juga berjalan sesuai rencana. Fasilitas ini mencakup pabrik pirit, asam, logam klorida, dan katoda tembaga. Pabrik pirit dan asam telah beroperasi pada kapasitas penuh, sedangkan dua pabrik lainnya diperkirakan akan mencapai produksi penuh menjelang akhir tahun ini.
“Yang terpenting, proyek-proyek pertumbuhan strategis kami berjalan sesuai rencana dan akan memperkuat peran Merdeka dalam mendukung transisi energi Indonesia,” ujar Albert dalam keterangan resmi.
Dari sisi analisis, Muhammad Wafi dari Korea Investment and Sekuritas Indonesia (KISI) menilai bahwa pelemahan kinerja keuangan MDKA cukup dipengaruhi oleh volatilitas harga tembaga dan biaya produksi yang tinggi. Sementara tekanan kinerja MBMA berasal dari tren pelemahan harga nikel serta beban investasi smelter yang besar.
Peluang bagi MDKA untuk memulihkan kinerja keuangan pada sisa 2025 masih terbuka asalkan harga emas tetap menanjak dan produksi tambang berlangsung stabil. Namun, kemungkinan besar MDKA masih kesulitan meraih laba lantaran proyek smelter mereka belum selesai, sehingga kontribusi tambahan pendapatan masih terbatas.
“Harga emas akan sangat menentukan kinerja bottom line MDKA,” kata dia. MDKA diharapkan terus fokus pada efisiensi biaya tambang serta percepatan konstruksi smelter tembaga dan fasilitas produksi emas.
MBMA juga memiliki peluang memperbaiki kinerja keuangannya pada semester II-2025 jika harga nikel bergerak stabil. Namun, selama smelter MBMA belum beroperasi secara penuh, prospek kinerja emiten tersebut cenderung moderat karena adanya risiko tekanan margin.
“MBMA perlu mempercepat proses penyelesaian smelter nikel, menjaga struktur utang dan arus kas, serta diversifikasi penjualan ke pasar ekspor,” tutur Wafi.
Saham MDKA dan MBMA masih layak dicermati oleh investor. Wafi menargetkan harga saham MDKA dapat menyentuh level Rp 2.400 per saham, sedangkan harga saham MBAM ditargetkan ke level Rp 700 per saham.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!