
Pemerintah Tidak Akan Naikkan Tarif Cukai Rokok pada Tahun 2026
Menteri Keuangan (Menkeu) Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa pemerintah tidak akan menaikkan tarif cukai rokok pada tahun 2026. Pernyataan ini disampaikan oleh Menkeu saat berada di Kantor Kemenkeu, Jakarta Pusat, pada Jumat (26/9/2026). Keputusan ini diambil setelah pertemuan dengan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (Gappri), yang menginginkan agar tarif cukai saat ini tetap dipertahankan.
Dalam pertemuan tersebut, Gappri menyampaikan permintaan untuk tidak mengubah tarif cukai rokok. Menkeu Purbaya mengungkapkan bahwa meskipun ia sempat berpikir untuk menurunkan tarif cukai, ia memutuskan untuk mengakomodasi keinginan Gappri. “Mereka bilang asal tidak diubah sudah cukup, ya sudah, saya tidak ubah,” ujarnya.
Purbaya juga menjelaskan bahwa pihaknya akan terus melakukan tindakan terhadap rokok ilegal yang beredar baik dari dalam maupun luar negeri. Selain itu, Kementerian Keuangan melalui Direktorat Jenderal Bea Cukai akan meminta masukan dari Gappri agar diskusi antara pihak-pihak terkait dapat berjalan secara adil dan tidak merugikan satu pihak.
Tekanan pada Industri Rokok Dalam Negeri
Meskipun Indonesia memiliki populasi perokok terbesar ke-3 di dunia, industri rokok dalam negeri terus menghadapi tekanan berat. Berdasarkan data riset pasar Nielsen, total volume penjualan industri rokok turun dari 258 miliar batang pada 2023 menjadi 244 miliar batang pada 2024. Namun, konsumsi rokok di masyarakat justru meningkat. Pada 2024, rata-rata konsumsi rokok per minggu mencapai 87,45 batang, naik dari 85,42 batang pada 2023.
Selain itu, persaingan antara industri rokok konvensional dan produsen rokok ilegal serta produk aditif sejenis semakin ketat. Banyak perusahaan rokok konvensional mengalami kesulitan dalam menghadapi tantangan ini.
Tanggapan Menkeu atas Tingginya Tarif Cukai Rokok
Sebelumnya, Menkeu Purbaya Yudhi Sadewa mengaku kaget dengan tingginya tarif Cukai Hasil Tembakau (CHT) yang mencapai 57 persen. Hal ini ditemukan setelah meninjau Kantor Direktorat Jenderal Pajak (DJP) beberapa hari sebelumnya. Ia menjelaskan bahwa tingginya tarif cukai rokok bertujuan untuk menekan konsumsi rokok di masyarakat.
“Ada cara mengambil kebijakan yang agak aneh untuk saya, saya tanya kan cukai rokok gimana? sekarang berapa rata-rata 57 persen, tinggi amat, firaun lu? banyak banget,” ujar Purbaya.
Meski demikian, ia menegaskan bahwa kebijakan cukai ini tidak akan mematikan iklim usaha industri rokok. Tujuan utamanya adalah untuk memitigasi pemutusan hubungan kerja (PHK) yang sering terjadi di industri ini.
Langkah Lanjutan untuk Melindungi Industri Rokok
Menkeu Purbaya juga akan meninjau industri rokok di Jawa Timur. Tujuannya adalah memastikan kondisi dan efektivitas kebijakan cukai rokok terhadap industri. Ia berencana untuk memastikan apakah kebijakan ini benar-benar memberikan dampak positif atau tidak.
Selain itu, Purbaya meminta Direktorat Jenderal Pajak (DJP) untuk mulai memantau jual beli barang-barang rokok palsu secara online. Ini dilakukan sebagai upaya melindungi industri rokok dalam negeri dari ancaman produk tiruan yang berasal dari luar negeri.
“Karena gini, enggak fair kan kita narik ratusan triliun pajak dari rokok sementara mereka nggak dilindungi marketnya nggak dilindungi. Kita membunuh industri kita, masuk palsu dari Cina, dari luar negeri ya disana kerja disini dibunuh, itu kan sama aja. Mendingan gue hidupin yang sini, sana tuh bunuh, kira-kira begitu kita akan lihat ke arah sana,” tegas dia.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!