
Penangkapan Adrian Gunadi, Mantan Direktur Investree yang Menghilang Selama Setahun
Penangkapan mantan Direktur Utama PT Investree Rhadika Jaya (Investree), Adrian Asharyanto Gunadi, menjadi perhatian publik setelah ia menghilang selama lebih dari setahun. Proses penangkapan ini memakan waktu cukup lama karena alasan tertentu yang terkait dengan status hukumnya di luar negeri.
Adrian ditangkap dan dipulangkan ke Indonesia pada Jumat, 26 September 2025. Sebelumnya, ia buron sejak November 2024. Menurut informasi yang diberikan oleh Sekretaris National Central Bureau (NCB) Interpol Indonesia, Brigadir Jenderal Untung Widyatmoko, alasan penangkapan Adrian adalah karena dia memiliki izin tinggal permanen di Doha, Qatar. Hal ini membuat proses penangkapan tidak mudah karena Adrian sempat bolak-balik ke negara tersebut pada tahun 2023.
Pada Februari 2024, Adrian resmi melarikan diri ke Doha dan mendirikan usaha baru bernama JTA Investree Doha. Berdasarkan laman resmi perusahaan tersebut, Adrian tercatat sebagai CEO. Tindakan ini menunjukkan bahwa ia tidak sepenuhnya meninggalkan bisnis keuangan, meskipun sedang dalam proses hukum di Indonesia.
Adrian menjadi tersangka karena diduga menghimpun dana masyarakat tanpa izin dari Otoritas Jasa Keuangan (OJK). Dia menggunakan dua perusahaan sebagai special purpose vehicle, yaitu PT Rhadika Persada Utama dan PT Putra Rhadika Investama, untuk mengumpulkan dana ilegal dengan mengatasnamakan PT Investree Rhadika Jata. Dana tersebut digunakan untuk kepentingan pribadi, sehingga menimbulkan kerugian besar bagi masyarakat.
Menurut data yang disampaikan oleh Untung, kerugian yang dialami masyarakat mencapai Rp 2,75 triliun. Kerugian ini berasal dari transaksi peer to peer (P2P) lending yang dilakukan tanpa izin dari otoritas. Ini menunjukkan adanya pelanggaran serius terhadap regulasi perbankan dan pengelolaan dana masyarakat.
Proses Pemulangan dan Penahanan Adrian
Pemulangan Adrian ke Indonesia berhasil dilakukan melalui mekanisme kerja sama antara NCB Jakarta dan NCB Doha. Saat ini, Adrian berstatus sebagai tahanan OJK dan akan dititipkan di rumah tahanan Bareskrim Polri untuk proses hukum lebih lanjut. Deputi Komisioner Hukum dan Penyidikan OJK, Yuliana, menyatakan bahwa OJK terus berkoordinasi dengan Bareskrim Polri untuk menindaklanjuti laporan korban-korban lain yang terdampak.
Dalam konferensi pers yang dihadiri oleh Kepolisian RI dan OJK, Adrian hadir tanpa memberikan komentar apapun. Ia tampak mengenakan rompi tersangka berwarna oranye dan tangan terborgol. Hal ini menunjukkan bahwa proses hukum sedang berlangsung secara formal.
Tuntutan Hukum dan Sanksi Administratif
Dalam proses penyidikan, penyidik OJK berkoordinasi dengan Kejaksaan Agung untuk menjerat Adrian dengan beberapa pasal dalam Undang-Undang Perbankan dan Undang-Undang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (P2SK). Adrian terancam hukuman pidana minimal lima tahun dan maksimal sepuluh tahun.
Selain itu, OJK telah mencabut izin usaha Investree sebagai sanksi administratif. Pencabutan izin ini berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 tanggal 21 Oktober 2024. Sebelum pencabutan izin, Adrian diberhentikan dari jabatannya pada 2 Februari 2024 lalu. Saat itu, tingkat kredit macet perusahaan mencapai 16,44 persen, jauh di atas batas ketentuan OJK yang hanya 5 persen.
Pada November 2024, OJK mencatat ada 561 aduan dari masyarakat terkait kasus Investree. Angka ini setara dengan 3 persen dari total aduan yang masuk terkait layanan finansial teknologi (fintech). Hal ini menunjukkan bahwa banyak masyarakat merasa terganggu oleh aktivitas bisnis yang tidak sesuai regulasi.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!