
Penjelasan Modus Kejahatan Pembobolan Rekening Dormant di Bank BUMN
Polri telah mengungkap kasus pembobolan rekening dormant di sebuah bank BUMN yang berada di Jawa Barat. Dalam kejadian ini, jumlah uang yang hilang mencapai Rp 204 miliar. Pelaku menggunakan modus khusus untuk melakukan aksi tersebut, yaitu dengan mengaku sebagai anggota satgas perampasan aset negara.
Menurut Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, pelaku juga menunjukkan ancaman terhadap keselamatan keluarga kepala cabang bank jika tidak memenuhi permintaan mereka. Hal ini menjadi salah satu cara untuk memaksa pihak bank menjalankan instruksi dari sindikat tersebut.
Awal Juni 2025: Pertemuan dan Persiapan Aksi
Pada awal bulan Juni 2025, jaringan sindikat yang mengaku sebagai satgas perampasan aset melakukan pertemuan dengan kepala cabang pembantu. Salah satu bank yang menjadi target adalah Bank BNI yang berada di Jawa Barat. Tujuan dari pertemuan ini adalah untuk melakukan pemindahan dana pada rekening dormant.
Dalam pertemuan tersebut, jaringan sindikat menjelaskan prosedur kerja mereka mulai dari persiapan hingga eksekusi dan pembagian hasil. Hal ini menunjukkan bahwa aksi yang dilakukan bukanlah tindakan spontan, melainkan direncanakan secara matang.
Akhir Juni 2025: Eksekusi Aksi Pembobolan
Di akhir bulan Juni 2025, jaringan eksekutor dan kepala cabang melakukan eksekusi pemindahan dana. Aksi ini dilakukan pada hari Jumat pukul 18.00 WIB. Alasan utama dilakukannya aksi ini saat akhir pekan atau mendekati hari libur adalah untuk menghindari sistem deteksi bank.
Kepala cabang menyerahkan user ID aplikasi core banking system milik teller kepada salah satu eksekutor yang merupakan mantan pegawai bank. Setelah itu, eksekutor melakukan akses ilegal terhadap sistem tersebut dan melakukan pemindahan dana sebesar Rp 204 miliar ke lima rekening penampungan. Proses ini dilakukan dalam waktu 17 menit dengan total 42 transaksi.
Juli 2025: Pengungkapan dan Penanganan Kasus
Pada Juli 2025, bank menemukan adanya transaksi yang mencurigakan dan melaporkannya ke Bareskrim Polri. Setelah menerima laporan tersebut, Polri bekerja sama dengan PPATK untuk melakukan penelusuran dan pemblokiran aliran dana yang mencurigakan.
Dalam kasus ini, sebanyak 9 orang ditetapkan sebagai tersangka. Mereka berasal dari berbagai klaster, termasuk dari pihak bank dan klaster pembobol serta pencucian uang.
Daftar Tersangka dalam Kasus Ini
Dari pihak bank, tersangka antara lain: - AP (50), selaku kepala cabang. - GRH (43), selaku consumer relation manager yang bertugas sebagai penghubung antara sindikat pembobol dengan kacab pembantu.
Dari klaster pembobol, tersangka antara lain: - C (41), sebagai mastermind atau aktor utama yang mengaku sebagai satgas perampasan aset. - DR (44), sebagai konsultan hukum yang melindungi kelompoknya. - NAT (36), eks pegawai bank yang melakukan akses ilegal dan pemindahan dana. - R (51), sebagai mediator. - TT (38), fasilitator keuangan ilegal yang mengelola hasil kejahatan.
Sementara dari klaster pencucian uang, tersangka antara lain: - DH (39), yang bekerja sama dengan pembobol untuk memblokir rekening dan memindahkan dana. - ES (60), yang menyiapkan rekening penampungan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!