
Penyesuaian Suku Bunga Deposito Valuta Asing: Strategi dan Dampak
Beberapa pihak terkait memberikan respons terhadap kebijakan yang diambil oleh sejumlah bank milik negara (Himbara) dalam menaikkan suku bunga deposito valuta asing dalam denominasi dolar AS menjadi 4,00% per tahun. Kebijakan ini akan berlaku efektif pada 5 November 2025. Sebelumnya, tingkat bunga untuk deposito dolar AS di beberapa bank seperti BRI, BNI, Mandiri, BTN, dan BSI berada dalam kisaran 0,20% hingga 2,5% per tahun.
Kepala Ekonom PT Bank Permata Tbk. (BNLI), Josua Pardede, menjelaskan bahwa suku bunga deposito dolar sebesar 4% memiliki posisi yang lebih tinggi dibandingkan rata-rata bunga simpanan rupiah yang saat ini sudah turun ke sekitar 3,07% pada Agustus 2025. Ia menilai, penurunan biaya dana rupiah akibat pelonggaran kebijakan moneter membuat penawaran bunga 4% untuk simpanan dolar menjadi agresif dalam menarik dana valas.
Dampak Positif dari Kenaikan Suku Bunga
Pertama, kenaikan suku bunga ini diharapkan dapat meningkatkan pasokan dolar di sistem perbankan domestik. Josua menilai, dengan imbal hasil 4%, eksportir dan korporasi mungkin lebih memilih menyimpan dolar di bank dalam negeri daripada di luar negeri. Hal ini bisa membantu memperkuat bantalan likuiditas sistem keuangan, terutama ketika likuiditas dasar perekonomian sedang didukung oleh kenaikan aset luar negeri bersih.
Kedua, kebijakan ini dinilai sebagai bagian dari bauran kebijakan yang digunakan untuk menjaga stabilitas dan mendukung pembiayaan. Namun, ia juga mengingatkan adanya risiko yang muncul dari langkah ini.
Risiko yang Muncul dari Kenaikan Suku Bunga
Josua menyampaikan bahwa selisih bunga yang kini berpihak pada dolar bisa mendorong sebagian nasabah untuk memindahkan simpanan rupiah mereka ke dolar. Selain itu, biaya dana valas bank otomatis meningkat. Margin perbankan tahun ini cenderung ketat karena kenaikan biaya overhead dan upaya memperbaiki laba di tengah penurunan hasil surat berharga.
Ia menilai, kenaikan harga dana dolar berisiko menekan marjin lebih jauh jika suku bunga kredit valas tidak bisa disesuaikan secepat kenaikan bunga simpanan, terutama untuk debitur korporasi yang sensitif pada biaya pendanaan. Selain itu, pasar bisa membaca langkah ini sebagai sinyal bahwa tekanan pada rupiah cukup nyata. Risiko lainnya adalah biaya pembiayaan dolar bagi pelaku usaha berpeluang naik atau setidaknya tidak turun secepat yang diharapkan.
Langkah Mitigasi yang Disarankan
Untuk mengurangi risiko, Josua menyarankan agar perbankan membatasi masa berlaku promosi bunga, memprioritaskan deposan yang memiliki arus dolar alami seperti eksportir, serta mensyaratkan rencana penggunaan dana yang jelas. Selain itu, perlu diperkuat komunikasi bahwa kebijakan ini bersifat sementara dan bagian dari bauran kebijakan yang tetap menekankan stabilitas dan dorongan pembiayaan sektor riil melalui insentif likuiditas makroprudensial.
Pandangan dari Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia
Head of Research Lembaga Pengembangan Perbankan Indonesia (LPPI), Trioksa Siahaan, menilai bahwa meningkatnya bunga deposito dolar AS ke 4% masih menarik. Pasalnya, dengan bunga deposito rupiah yang lebih rendah, orang cenderung mengalihkan dananya ke valas. Meskipun tidak dijamin oleh LPS karena melebihi tingkat bunga penjaminan, bunga yang lebih tinggi tetap menarik bagi nasabah karena tingkat kesehatan dan kinerja bank Himbara yang baik.
Pandangan dari Direktur Eksekutif Center of Economic and Law Studies (CELIOS)
Direktur Eksekutif CELIOS, Bhima Yudhistira, memiliki pandangan berbeda. Menurutnya, deposito dolar AS di bank dalam negeri akan menjadi kurang menarik. Mengingat, sebagian nasabah masih menyimpan deposito valas hanya untuk menghindari risiko selisih kurs alih-alih mengharapkan bunga. Bagi deposan yang ingin lebih terlindungi biasanya akan menimbang bunga penjaminan LPS dan bergeser ke instrumen deposito lainnya, atau bahkan ke SBN.
Tanggapan Kemenkeu
Kenaikan suku bunga deposito valas bank BUMN dilakukan di tengah rencana pemerintah membuat insentif untuk menarik atau merepatriasi dolar milik WNI yang ditaruh di luar negeri. Rencana tersebut diungkap oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa pertama kali usai rapat terbatas (ratas) dengan Presiden Prabowo Subianto. Kendati demikian, Purbaya belum memerinci lebih lanjut terkait dengan rencana tersebut meski optimistis realisasinya bisa dilakukan dalam waktu satu bulan ke depan.
Direktur Jenderal Strategi Ekonomi dan Fiskal Kemenkeu Febrio Nathan Kacaribu mengaku belum mendengar terkait dengan hal tersebut. Ia pun belum bisa mengonfirmasi apakah langkah Himbara itu merupakan insentif yang dimaksud Purbaya sebelumnya. "Saya belum ter-update, nanti saya lihat dulu ya," ujarnya.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!