
Kritik terhadap Rencana Perubahan Batas Kawasan Hutan Hujan Tropis Sumatra
Pemerintah Indonesia sedang mengajukan permohonan perubahan batas kawasan Tropical Rainforest Heritage of Sumatra (TRHS) kepada UNESCO. Rencana ini bertujuan untuk memperluas ruang pemanfaatan potensi energi geotermal sebesar 5 gigawatt (GW) di wilayah tersebut. Namun, langkah ini mendapat kritik tajam dari kalangan aktivis lingkungan dan peneliti.
Ki Bagus Hadikusuma, peneliti sekaligus Direktur Pertambangan dan Energi di Auriga Nusantara, menyatakan bahwa rencana ini hanya berupa "tukar guling kawasan". Ia menilai bahwa meskipun status kawasan bisa dipindahkan, tetapi areanya justru akan dikorbankan. Menurutnya, hal ini tidak akan memberikan manfaat nyata bagi kelestarian lingkungan maupun masyarakat.
Saat ini, Kementerian Kehutanan sedang mengajukan Boundary Modification atau modifikasi batas TRHS. Tujuan utama dari pengajuan ini adalah agar pemerintah dapat memanfaatkan potensi geotermal yang ada di wilayah TRHS. Namun, Ki Bagus menilai bahwa upaya ini sangat berisiko terhadap keberlanjutan hutan hujan tropis yang telah diakui sebagai warisan alam dunia.
Ia menyoroti bahwa dalih pemanfaatan energi terbarukan tidak serta-merta menghilangkan dampak negatif dari industri geotermal. Contohnya, di daerah Sorikmas, Mandailing Natal, terjadi lebih dari 10 kali kebocoran gas antara tahun 2022 hingga 2024. Satu kejadian kebocoran bisa menyebabkan puluhan orang masuk rumah sakit, bahkan beberapa di antaranya meninggal, termasuk anak-anak.
Ki Bagus juga menegaskan bahwa risiko-risiko seperti ini sering diabaikan dalam narasi bahwa geotermal adalah energi bersih dan minim dampak. Menurutnya, klaim keberlanjutan dari geotermal tidak sepenuhnya benar. Di banyak negara, sumur-sumur panas bumi telah kehilangan produktivitas seiring waktu. Setiap sumber daya memiliki masa pakai, sehingga tetap ada yang dikorbankan.
Selain itu, ia menyoroti bahwa industri geotermal membutuhkan air dalam jumlah besar, mirip dengan pertambangan. Hal ini dikhawatirkan akan mengancam sumber-sumber air yang menjadi penyangga kehidupan di kawasan taman nasional dan hutan lindung. Ki Bagus juga mempertanyakan pemindahan status kawasan konservasi demi kepentingan energi.
Menurutnya, status kawasan hutan lindung atau warisan dunia diberikan karena kriteria ekologis yang tidak bisa digantikan di tempat lain. Jika pemerintah serius ingin mencapai target transisi energi, masih banyak opsi energi terbarukan lain yang belum dimanfaatkan secara optimal, seperti tenaga surya, angin, hingga pemanfaatan gelombang laut di kawasan pesisir.
Ki Bagus menekankan bahwa jika kawasan ini ditetapkan sebagai kawasan lindung atau taman nasional, itu bukan tanpa alasan. Ada kriteria-kriteria tertentu yang tidak bisa dipenuhi di wilayah-wilayah lain. Dengan demikian, setiap perubahan batas harus dipertimbangkan dengan matang, agar tidak merusak kekayaan alam yang sudah diakui dunia.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!