Peran 9 Tersangka Pembobolan Rekening Dormant Rp204 Miliar: Libatkan Kacab hingga Mantan Karyawan Ba

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Peran 9 Tersangka Pembobolan Rekening Dormant Rp204 Miliar: Libatkan Kacab hingga Mantan Karyawan Bank

Penetapan Sembilan Tersangka dalam Kasus Pembobolan Rekening Dormant BNI

Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka dalam kasus pembobolan rekening dormant yang mencuri dana sebesar Rp 204 miliar. Hal ini diungkapkan oleh Direktur Dittipideksus Bareskrim Polri, Brigjen Pol Helfi Assegaf, dalam konferensi pers yang digelar di kantor Bareskrim.

Menurut Helfi, sembilan tersangka tersebut berasal dari tiga kelompok berbeda. Masing-masing kelompok memiliki peran spesifik dalam kejahatan ini, mulai dari pihak internal bank hingga pelaku eksekusi dan pencucian uang.

Kelompok Pertama: Karyawan Bank

Kelompok pertama terdiri dari karyawan bank yang berperan dalam memberikan akses ke sistem core banking. Salah satu anggota kelompok ini adalah AP (50), yang merupakan kepala cabang pembantu di salah satu bank BUMN di Jawa Barat. Ia memberikan akses aplikasi core banking kepada pelaku pembobol untuk melakukan transaksi pemindahan dana secara in absentia, tanpa kehadiran fisik nasabah.

Selain AP, ada GRH (43), yang bertugas sebagai Consumer Relations Manager (CRM). GRH berperan sebagai penghubung antara jaringan sindikat pembobol dengan kepala cabang. Perannya sangat penting dalam memfasilitasi komunikasi antara kedua belah pihak.

Kelompok Kedua: Pelaku Pembobol atau Eksekutor

Kelompok kedua terdiri dari pelaku pembobol atau eksekutor. Salah satu anggota utamanya adalah C (41), yang mengaku sebagai mastermaind atau aktor utama dalam kegiatan pemindahan dana. Ia menjalankan tugasnya dengan menyamar sebagai satgas perampasan aset yang bekerja secara rahasia.

Tersangka DR (44) juga termasuk dalam kelompok ini. Ia berperan sebagai konsultan hukum yang melindungi pelaku pembobol serta terlibat dalam perencanaan eksekusi pemindahan dana secara in absentia. NAT (36), mantan pegawai bank, membantu dengan akses ilegal ke sistem core banking dan melakukan pemindah bukuan secara tidak sah ke rekening penampungan.

R (51) berperan sebagai mediator, bertugas mencari dan mengenalkan kepala cabang kepada pelaku pembobol. Selain itu, TT (38) bertugas sebagai fasilitator keuangan ilegal, mengelola uang hasil kejahatan dan menerima aliran dana tersebut.

Kelompok Ketiga: Pelaku Pencucian Uang

Kelompok ketiga terdiri dari pelaku pencucian uang. DH (39) dan ES (60) termasuk dalam kelompok ini. DH bekerja sama dengan pelaku pembobol untuk membuka blokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir. Sementara ES bertugas menyiapkan rekening penampungan dan menerima uang hasil kejahatan.

Dalam penyidikan, ditemukan bahwa dua tersangka lainnya, yaitu C alias K dan DH, terlibat dalam jaringan pembobolan dana nasabah yang menargetkan rekening dormant. Mereka juga diduga terlibat dalam kasus penculikan terhadap Kacab BRI berinisial MIP.

Modus Pembobolan dalam Waktu Singkat

Dalam kasus ini, polisi mengungkap modus pembobolan yang sangat cepat. Dana sebesar Rp 204 miliar berhasil dipindahkan ke lima rekening penampungan hanya dalam waktu 17 menit. Proses ini dilakukan melalui 42 kali transaksi yang dilakukan secara in absentia.

Kasus ini diduga terjadi pada 20 Juni 2025 dan berhasil diungkap oleh Subdit II Perbankan Dittipideksus Bareskrim Polri. Sejak awal Juni 2025, sindikat pembobol yang mengaku sebagai Satgas Perampasan Aset sempat bertemu dengan kepala cabang pembantu BNI di Jawa Barat untuk merencanakan pemindahan dana pada rekening dormant.

Polisi menduga adanya unsur pemaksaan dalam aksi ini. Jaringan sindikat memaksa kepala cabang menyerahkan user ID aplikasi core banking system milik teller dan kepala cabang. Jika tidak mau, keselamatan kepala cabang dan keluarganya akan terancam.

Eksekusi dilakukan pada Jumat pukul 18.00 WIB, setelah jam operasional bank. Saat itu, seorang mantan teller berperan sebagai eksekutor yang melakukan akses ilegal ke sistem core banking untuk memindahkan dana senilai Rp 204 miliar ke lima rekening penampung.

Barang Bukti dan Ancaman Hukuman

Bareskrim Polri menyita sejumlah barang bukti, seperti uang sekitar Rp 204 miliar, 22 unit telepon genggam, satu hard disk, dua DVR CCTV, satu unit mini PC, dan satu notebook. Dari hasil penyidikan, seluruh dana yang ditransaksikan secara ilegal berhasil dipulihkan.

Para pelaku dijerat dengan beberapa pasal, termasuk tindak pidana perbankan dengan ancaman 15 tahun penjara dan denda Rp 200 miliar, pasal ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp 600 juta, pidana transfer dana dengan ancaman 20 tahun penjara dan denda Rp 20 miliar, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan ancaman 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.