Rupiah Terancam Turun ke Rp 16.800 per Dolar AS Akibat Ketegangan Eropa

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Prediksi Pelemahan Rupiah terhadap Dolar AS

Nilai tukar rupiah diperkirakan akan mengalami pelemahan terhadap dolar Amerika Serikat (USD) dalam perdagangan hari ini. Hal ini disampaikan oleh Ibrahim Assuaibi, seorang pengamat ekonomi, mata uang, dan komoditas. Menurutnya, arah pergerakan rupiah dipengaruhi oleh berbagai faktor baik secara global maupun domestik.

Ibrahim menyatakan bahwa jika melihat situasi saat ini, rupiah kemungkinan akan bergerak ke level Rp 17.000 per dolar AS. Ia juga menambahkan bahwa jika rupiah mampu mencapai level Rp 16.800 per dolar AS, maka bisa saja nilai tukar tersebut melewati angka Rp 17.000 pada bulan ini.

Menurut Ibrahim, kondisi yang memengaruhi rupiah adalah kombinasi dari faktor eksternal dan internal. Keduanya saling mendukung pelemahan mata uang nasional. Faktor eksternal termasuk ketegangan geopolitik di Eropa, khususnya akibat kebijakan Presiden Amerika Serikat, Donald Trump, yang lebih agresif terhadap Rusia. Sementara itu, faktor internal mencakup penolakan terhadap program pengampunan pajak atau tax amnesty oleh Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa.

Pernyataan Purbaya tersebut dinilai oleh pasar sebagai respons negatif. Ibrahim menjelaskan bahwa program tax amnesty sebelumnya memberikan dampak positif terhadap pasar modal Indonesia, sehingga ikut mendorong penguatan rupiah. Namun, saat ini, penolakan terhadap pengampunan pajak menimbulkan ketidakpastian.

Berdasarkan data dari Bloomberg pagi ini, rupiah dibuka dengan pelemahan pada level Rp 16.750 per dolar AS, turun sebesar 66 poin atau 0,40% dari penutupan sebelumnya. Ini menunjukkan bahwa tekanan terhadap rupiah terus berlanjut.

Pengaruh Kondisi Global dan Kebijakan Fiskal

Selain faktor eksternal, kondisi fiskal di dalam negeri juga menjadi salah satu penyebab pelemahan rupiah. Analis dari Doo Financial Futures, Lukman Leong, menyatakan bahwa pelemahan rupiah masih akan terus dipengaruhi oleh situasi global dan kebijakan fiskal pemerintah.

Lukman menjelaskan bahwa dolar AS cenderung menguat karena data perumahan di Amerika Serikat yang lebih kuat dari perkiraan. Penjualan rumah di AS meningkat sebesar 20,5% pada Agustus 2025 menjadi 800 ribu unit, jauh lebih tinggi dari prediksi sebesar 650 ribu unit. Hal ini meningkatkan ekspektasi bahwa suku bunga AS akan naik, yang berdampak pada penguatan dolar.

Di sisi lain, sentimen domestik juga memberikan tekanan terhadap rupiah. Lukman menyoroti adanya kekhawatiran terkait defisit fiskal akibat kebijakan longgar atau stimulus pemerintah. Ia memperkirakan bahwa rupiah akan berada pada kisaran antara Rp 16.600 hingga Rp 16.750 per dolar AS dalam waktu dekat.

Faktor-Faktor yang Mempengaruhi Pergerakan Rupiah

Beberapa faktor utama yang memengaruhi pergerakan rupiah antara lain:

  • Ketegangan geopolitik di Eropa yang semakin memanas.
  • Kebijakan agresif dari Amerika Serikat terhadap Rusia.
  • Penolakan tax amnesty oleh Menteri Keuangan, yang menimbulkan ketidakpastian.
  • Data perumahan AS yang lebih kuat dari perkiraan, memicu penguatan dolar.
  • Kekhawatiran defisit fiskal akibat kebijakan stimulus pemerintah.

Dengan semua faktor tersebut, rupiah diperkirakan akan terus mengalami tekanan dalam beberapa hari ke depan. Investor dan pelaku pasar perlu memantau perkembangan secara berkala untuk mengambil keputusan yang tepat.