
Penetapan Sembilan Tersangka dalam Kasus Pembobolan Rekening Dormant Bank BNI
Bareskrim Polri telah menetapkan sembilan orang sebagai tersangka terkait dugaan pembobolan rekening dormant Bank BNI dengan total kerugian sebesar Rp 204 miliar. Rekening dormant merujuk pada rekening tabungan yang tidak aktif melakukan transaksi masuk maupun keluar selama periode tertentu.
Para tersangka yang ditetapkan antara lain AP (50), GRH (43), C (41), DR (44), NAT (36), R (51), TT (38), DH (39), dan IS (60). Masing-masing dari mereka memiliki peran berbeda dalam menjalankan aksi kejahatan ini, mulai dari pembobolan hingga tindakan pencucian uang.
AP (50) yang merupakan kepala cabang berperan memberikan akses ke aplikasi core banking system, yang digunakan oleh pelaku untuk membobol rekening dormant. GRH (43) selaku consumer relation manager bertindak sebagai penghubung antara sindikat pembobol dengan kacab pembantu. C (41) yang menjadi aktor utama mengaku bahwa dirinya bagian dari satgas perampasan aset saat bertemu dengan AP. Sementara itu, DR (44) berperan sebagai konsultan hukum yang melindungi para pelaku.
Seorang mantan pegawai bank berinisial NAT (36) berperan sebagai pengakses dan memindahkan buku rekening ke penampungan. R (51) bertindak sebagai mediator yang mencari dan memperkenalkan para pembobol dengan kepala cabang. Hasil uang pembobolan tersebut dikelola oleh TT (38) yang berperan sebagai moderator. DH (39) bekerja sama dengan para pembobol untuk memblokir rekening dan memindahkan dana yang terblokir. ES (60) menyiapkan rekening penampungan.
Rekening yang dibobol adalah milik seorang pengusaha tanah dengan inisial S. Helfi Assegaf, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim, menyatakan bahwa para tersangka dalam menjalankan aksinya mengaku sebagai satgas perampasan aset dan beroperasi sejak awal Juni 2025.
Sejak saat itu, mereka melakukan pertemuan dengan kepala cabang pembantu, salah satunya bank plat merah di Jawa Barat untuk merencanakan pemindahan pada rekening dormant. Dalam praktiknya, kepala cabang bank menyerahkan user core banking system yang memuat data milik teller kepada salah satu eksekutor yang merupakan mantan teller bank. Dana senilai Rp 204 miliar kemudian dipindahkan ke lima rekening penampungan dalam waktu 17 menit melalui 42 transaksi.
Pemindahan dana dilakukan secara in absentia, artinya tanpa kehadiran langsung. Para tersangka juga mengancam kepala cabang agar menyerahkan data teller. Jika tidak, keluarga mereka terancam. Di akhir bulan Juni 2025, jaringan sindikat pembobol bank dan kepala cabang sepakat untuk melakukan eksekusi pemindahan dana rekening dormant.
Aksi kejahatan ini dilakukan setelah jam operasional bank atau sekitar pukul 18.00 WIB untuk menghindari kemungkinan terdeteksi oleh sistem bank. Polisi berhasil menyita barang bukti seperti 22 unit ponsel, satu hard disk, dua DVR CCTV, satu unit mini PC, satu notebook, serta uang tunai sebesar Rp 204 miliar.
Para pelaku dijerat dengan pasal berlapis, termasuk tindak pidana perbankan dengan ancaman hukuman 15 tahun penjara dan denda Rp 200 miliar, pasal ITE dengan ancaman 6 tahun penjara dan denda Rp 600 juta, pidana transfer dana dengan ancaman 20 tahun penjara dan denda Rp 20 miliar, serta tindak pidana pencucian uang (TPPU) dengan ancaman 20 tahun penjara dan denda Rp 10 miliar.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!