
Penyamaran sebagai Petugas Satgas Perampasan Aset dalam Pembobolan Bank BUMN
Sebuah sindikat pembobol rekening dormant bank BUMN berhasil diungkap oleh Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dittipideksus) Bareskrim Polri. Dalam kasus ini, pelaku menggunakan modus penyamaran sebagai petugas Satgas Perampasan Aset untuk mengakses sistem perbankan dan memindahkan dana senilai Rp204 miliar dari rekening yang tidak aktif. Kejadian ini menunjukkan kelemahan dalam pengawasan internal bank dan risiko yang tersembunyi di balik rekening yang tidak digunakan.
Rekening dormant adalah rekening yang tidak aktif karena tidak ada transaksi selama jangka waktu tertentu. Biasanya, nasabah atau sistem bank tidak secara aktif memantau rekening ini, sehingga menjadi sasaran empuk bagi pelaku kejahatan. Dalam kasus ini, sindikat tersebut memanfaatkan ketidakaktifan rekening untuk melakukan aksi pencurian dana.
Ancaman terhadap Kepala Cabang
Modus utama yang digunakan oleh sindikat ini adalah dengan menyamar sebagai petugas pemerintah. Salah satu dalang, berinisial C alias Ken, mengaku sebagai petugas negara untuk meyakinkan kepala cabang pembantu bank BUMN di wilayah Jawa Barat. Menurut keterangan dari Brigjen Pol Helfi Assegaf, Direktur Tindak Pidana Ekonomi Khusus Bareskrim Polri, sindikat ini mulai merencanakan aksi sejak awal Juni 2025.
Dalam pertemuan tersebut, sindikat memaksa kepala cabang bank untuk menyerahkan user ID aplikasi Core Banking System milik teller dan kepala cabang. Ancaman terhadap keselamatan kepala cabang dan keluarganya menjadi alat tekanan untuk memperoleh akses sistem. Dengan adanya ancaman ini, pelaku dapat memindahkan dana dari rekening dormant ke lima rekening penampung tanpa terdeteksi.
Modus Penyamaran dan Identitas Palsu
Salah satu eksekutor utama, NAT, merupakan mantan pegawai bank yang juga menyamar sebagai petugas Satgas dari instansi kementerian. Ia membuat kartu identitas palsu dari salah satu lembaga pemerintah agar bisa meyakinkan orang-orang. Penyamaran ini memungkinkan pelaku masuk ke lingkungan bank tanpa dicurigai, sehingga memperlancar proses pemindahan dana secara in absentia.
Terbongkar Melalui Transaksi Mencurigakan
Kasus ini terungkap setelah pihak bank melaporkan adanya transaksi mencurigakan ke Bareskrim Polri. Laporan polisi nomor LP/B/311/VII/2025 tanggal 2 Juli 2025 dilakukan setelah bank menemukan aktivitas yang tidak biasa. Selanjutnya, penyidik Subdit II Perbankan Dittipideksus bekerja sama dengan Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) untuk menelusuri asal dana dan memblokir harta kekayaan hasil kejahatan.
Sembilan Tersangka dan Peran Masing-Masing
Polri telah menetapkan sembilan tersangka dalam kasus ini, yang dibagi menjadi tiga kelompok:
- Oknum Karyawan Bank
- AP (Kepala Cabang Pembantu)
-
GRH (Consumer Relation Manager)
-
Pelaku Pembobolan
- C alias K (Mastermind, mengaku sebagai Satgas)
- DR (Konsultan hukum)
- NAT (Eks pegawai bank, eksekutor transaksi ilegal)
- R (Mediator)
-
TT (Fasilitator keuangan ilegal)
-
Pelaku Pencucian Uang
- DH (Pembuka blokir rekening)
- IS (Pemilik rekening penampungan)
Dua tersangka, yaitu C alias K dan DH, diduga juga terlibat dalam kasus penculikan kepala cabang bank BUMN yang saat ini ditangani Polda Metro Jaya.
Jerat Hukum Berlapis
Para pelaku dijerat dengan beberapa pasal hukum, antara lain:
- Pasal 49 ayat 1 huruf a dan ayat 2 UU No. 4/2023 tentang Penguatan Sektor Keuangan juncto Pasal 55 KUHP
- Pasal 46 ayat 1 juncto Pasal 30 ayat 1 UU No. 1/2024 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik
- Pasal 85 UU No. 3/2011 tentang Transfer Dana
- Pasal 3, 4, dan 5 UU No. 8/2010 tentang Tindak Pidana Pencucian Uang (TPPU)
Polri menegaskan bahwa penyidikan akan terus dikembangkan untuk menelusuri aliran dana dan kemungkinan keterlibatan pihak lain. Kasus ini menjadi peringatan penting bagi institusi keuangan untuk meningkatkan pengawasan dan perlindungan terhadap rekening yang tidak aktif.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!