
Mantan Direktur PT Investree Radhika Jaya Terancam Hukuman 10 Tahun Penjara
Seorang mantan direktur perusahaan fintech P2P lending, Adrian Gunadi (AAG), diduga melakukan pengumpulan dana masyarakat tanpa izin Otoritas Jasa Keuangan (OJK) dengan kerugian mencapai Rp2,7 triliun. Ia kini terancam hukuman penjara hingga 10 tahun.
Dalam konferensi pers yang diadakan di Bandara Soekarno Hatta, Jakarta, pada Jumat (26/9), Sekretaris NCB Interpol Untung Widyatmoko menyampaikan bahwa kerugian tersebut berasal dari pinjaman online dan P2P lending yang dilakukan tanpa izin OJK. Meski demikian, ia tidak menjelaskan secara rinci bentuk-bentuk kerugian yang terjadi.
Deputi Komisioner Bidang Hukum dan Penyidikan OJK, Yuliana, menambahkan bahwa dana ilegal tersebut dikumpulkan melalui dua perusahaan, yaitu PT Radika Persada Utama (RPU) dan PT Putra Radika Investama (PRI). Kedua perusahaan ini digunakan sebagai special purpose vehicle dengan mengatasnamakan PT Investree Radhika Jaya. Dana hasil penghimpunan ilegal tersebut kemudian digunakan untuk kepentingan pribadi. Periode pengumpulan dana berlangsung sejak Januari 2022 hingga Maret 2024.
Adrian dijerat dengan beberapa pasal dalam UU Perbankan dan UU No. 4 Tahun 2023 tentang Pengembangan dan Penguatan Sektor Keuangan (UU P2SK). Ancaman pidana yang menanti adalah penjara antara 5 hingga 10 tahun.
Selama penyidikan, Adrian tidak kooperatif dan bahkan kabur ke Doha, Qatar. Akibatnya, penyidik menerbitkan Daftar Pencarian Orang (DPO) serta red notice pada 14 November 2024. Pemerintah Indonesia juga mencabut paspornya dan mengajukan permohonan ekstradisi melalui jalur diplomatik.
Proses pemulangan Adrian dilakukan melalui mekanisme kerja sama antara aparat Indonesia dan Qatar. Permohonan ekstradisi diajukan dengan dukungan Kementerian Hukum dan HAM, Kementerian Luar Negeri, serta Direktorat Jenderal Imigrasi. Setelah tiba di Bandara Soekarno-Hatta, Tangerang, Adrian langsung diamankan oleh tim penyidik dan dititipkan di Rutan Bareskrim Polri untuk proses hukum lebih lanjut.
Sebelumnya, OJK telah mencabut izin usaha Investree yang beralamat di AIA Central Lantai 21, Jalan Jendral Sudirman Kav. 48A, RT05/RW04, Karet Semanggi, Jakarta Selatan, Indonesia 12930. Keputusan ini diambil berdasarkan Keputusan Dewan Komisioner OJK Nomor KEP-53/D.06/2024 tanggal 21 Oktober 2024.
Pencabutan izin usaha Investree dilakukan karena melanggar ekuitas minimum dan ketentuan lainnya sesuai POJK Nomor 10 tahun 2022. Selain itu, kinerja pinjaman daring atau P2P lending memburuk, sehingga mengganggu operasional dan pelayanan kepada masyarakat.
Sesuai Peraturan OJK Nomor 10/POJK.05/2022 tentang Layanan Pendanaan Bersama Berbasis Teknologi Informasi (LPBBTI), Investree wajib menyelenggarakan Rapat Umum Pemegang Saham (RUPS) untuk memutuskan pembubaran dan membentuk tim likuidasi paling lama 30 hari kalender sejak tanggal izin usaha dicabut.
Pada Juni lalu, fintech P2P Lending tersebut resmi membentuk tim untuk melakukan proses likuidasi. Investree mencatat 1.669 pengajuan tagihan dana kembali dari para lender.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!