
Kontribusi Manufaktur ke PDB Dinilai Masih Belum Maksimal
Pakar industri menyatakan bahwa kontribusi sektor manufaktur terhadap produk domestik bruto (PDB) masih perlu ditingkatkan agar mencapai target 20,8% sesuai rencana pemerintah. Hal ini dapat dicapai melalui penguatan strategi yang mencakup hilirisasi dan pengamanan pasar domestik.
Kepala Pusat Industri, Perdagangan dan Investasi Institute for Development of Economics & Finance (Indef), Andry Satrio Nugroho menjelaskan bahwa progres hilirisasi dalam beberapa tahun terakhir telah mampu mendorong pertumbuhan sejumlah industri, seperti logam dasar. Menurutnya, kinerja industri logam dasar terus meningkat dengan pertumbuhan double digit dan kini menjadi subsektor industri terbesar ke-5.
Data dari Badan Pusat Statistik (BPS) menunjukkan bahwa laju pertumbuhan industri logam dasar pada kuartal II/2025 mencapai 14,91% secara year-on-year. Subsektor ini menjadi salah satu yang paling berkembang setelah industri mesin dan perlengkapan.
Namun, Andry menilai bahwa tidak hanya industri logam dasar saja yang perlu dipercepat proses hilirisasinya. Ia menyoroti pentingnya mempercepat hilirisasi di sektor lain, seperti kelapa sawit (CPO) untuk industri makanan dan minuman, serta penguatan sektor kimia dan farmasi, elektronik, hingga alat angkutan.
Salah satu yang bisa segera didorong adalah industri makanan dan minuman. Menurutnya, industri ini didominasi oleh CPO, sehingga hilirisasi produk-produk sawit dan turunannya perlu ditingkatkan, tidak hanya untuk biodiesel tetapi juga untuk berbagai kebutuhan lain.
Dari sisi sektor kimia dan farmasi, ia mendukung hilirisasi produk petrokimia yang diolah dalam negeri. Menurutnya, industri petrokimia memiliki potensi besar untuk meningkatkan kontribusi sektor manufaktur.
Selain itu, Andry menekankan pentingnya pengamanan pasar domestik. Ia melihat bahwa kondisi ini masih menjadi tantangan pemerintah dalam menjaga penyerapan produk lokal. Untuk itu, diperlukan langkah strategis dari berbagai kementerian teknis.
Dari sisi supply, pemerintah melalui Kementerian Keuangan telah memberikan bantuan berupa penyaluran kredit senilai Rp200 triliun ke perbankan. Namun, dari sisi demand masih diperlukan dorongan dan upaya komprehensif untuk menghasilkan kebijakan pro-industri.
Menurutnya, kebijakan pro-industri harus diwujudkan melalui upaya bersama dari berbagai kementerian, seperti Kementerian Perindustrian, Kementerian Perdagangan, Kementerian Investasi/BKPM, dan Kementerian ESDM.
Data BPS mencatat bahwa sektor manufaktur menjadi penggerak utama ekonomi pada kuartal II/2025 dengan kontribusi ke PDB sebesar 18,67%. Meski naik dibandingkan periode yang sama pada tahun 2022, 2023, dan 2024, kontribusi sektor ini masih terjebak di angka 18%.
Angka ini jauh lebih rendah dibandingkan kuartal II/2021 yang mencapai 19,29%, atau masa sebelum pandemi pada kuartal II/2018 dan 2019 yang masing-masing sebesar 19,8% dan 19,52%. Bahkan, kontribusi manufaktur pada periode baru ini cenderung stagnan jika dibandingkan dengan kuartal II/2015 yang mampu mencapai 20,91%.
Andry menyatakan bahwa target 20,8% pada tahun ini cukup berat karena diperlukan adanya game changer yang mampu meningkatkan kontribusi sektor manufaktur. Dengan langkah-langkah strategis yang tepat, diharapkan sektor ini dapat tumbuh lebih pesat dan memenuhi target yang ditetapkan.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!