Kemenkeu dan DPR Setujui Anggaran Daerah 2026 Naik Jadi Rp 692,99 Triliun

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Featured Image

Kesepakatan Kenaikan Alokasi Anggaran Transfer ke Daerah Tahun 2026

Kementerian Keuangan bersama Badan Anggaran (Banggar) Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) telah mencapai kesepakatan mengenai kenaikan alokasi anggaran transfer ke daerah (TKD) untuk tahun 2026. Sebelumnya, dalam Rancangan Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (RAPBN) 2026, terdapat rencana penurunan anggaran TKD sebesar sekitar 24,7% dibandingkan dengan tahun 2025. Hal ini memicu berbagai perdebatan dan ketidakpuasan dari berbagai pihak di tingkat daerah.

Menurut Ketua Banggar DPR Said Abdullah, dalam rapat kerja bersama Kemenkeu pada Kamis (18/9), alokasi anggaran TKD yang awalnya sebesar Rp 649,995 triliun akan naik menjadi Rp 692,995 triliun atau meningkat sebesar Rp 43 triliun. Penyesuaian ini merupakan tindak lanjut dari permintaan berbagai komisi DPR. Said menilai bahwa pemangkasan anggaran TKD sebelumnya dinilai sebagai salah satu penyebab kenaikan pajak bumi dan bangunan (PBB) di beberapa daerah.

Pemerintah Daerah Diberi Perhatian Lebih

Menteri Keuangan Purbaya Yudhi Sadewa menyatakan bahwa penyesuaian anggaran ini juga mempertimbangkan masukan dari pemerintah daerah. Ia menegaskan bahwa langkah ini bertujuan untuk menjaga stabilitas sosial dan politik di daerah dalam jangka pendek. Purbaya memastikan bahwa manfaat APBN ke daerah tetap terjaga. “Manfaat APBN ke daerah tidak berkurang. Saya akan memaksakan dan memantau belanja daerah agar tidak terlambat seperti sebelum-sebelumnya,” ujarnya.

Tekanan Finansial Daerah Menjadi Faktor Utama

Sebelumnya, banyak masyarakat mengeluhkan kenaikan signifikan tagihan Pajak Bumi dan Bangunan (PBB). Salah satu contohnya terjadi di Kabupaten Pati, Jawa Tengah. Ekonom Universitas Andalas Syafruddin Karimi menilai bahwa kenaikan PBB tidak terlepas dari tekanan keuangan yang dihadapi pemerintah daerah. Menurutnya, kondisi ini dipicu oleh berkurangnya anggaran transfer ke daerah (TKD) dari pusat serta meningkatnya beban belanja wajib.

Syafruddin menjelaskan bahwa kas daerah yang menipis mendorong kepala daerah mencari sumber pendapatan baru dengan meningkatkan PBB. Ia menilai protes warga beralasan karena mereka menuntut agar kebijakan fiskal dijalankan secara proporsional, adil, dan sesuai dengan kemampuan ekonomi rakyat. Ia mengingatkan, tanpa adanya keseimbangan tersebut, legitimasi pemerintah daerah bisa melemah dan risiko instabilitas sosial semakin besar.

Kenaikan PBB Tidak Sesuai dengan Kualitas Layanan Publik

Kenaikan PBB dinilai tidak sebanding dengan kualitas layanan publik yang diterima masyarakat. Syafruddin menilai, beban itu langsung menggerus daya beli rumah tangga, sementara perbaikan jalan, fasilitas kesehatan, maupun infrastruktur dasar kerap tidak menunjukkan hasil nyata.

Masalah Umum di Seluruh Indonesia

Sementara itu, Direktur Eksekutif Center of Reform on Economics (CORE) Indonesia Mohammad Faisal menilai keterbatasan anggaran daerah merupakan masalah umum yang terjadi hampir di seluruh Indonesia. Ia menyatakan bahwa hanya sebagian kecil daerah yang memiliki kapasitas fiskal cukup sehat. Hal ini menunjukkan bahwa masih ada tantangan besar dalam pengelolaan keuangan daerah di berbagai wilayah.