
Penangkapan Pengusaha Terkait Sindikat Pembobolan Rekening Dormant
Seorang pengusaha asal Rimbo Bujang, Kabupaten Tebo, Provinsi Jambi, terlibat dalam sindikat besar yang melakukan pembobolan rekening dormant bank BUMN senilai Rp 204 miliar. Kasus ini diungkap oleh Bareskrim Polri setelah adanya laporan mengenai transaksi mencurigakan yang dilakukan oleh sekelompok pelaku.
Dalam penelusuran kasus ini, polisi menemukan bahwa pelaku merupakan kelompok orang yang sebelumnya juga terlibat dalam tindak pidana lainnya, termasuk kasus pembunuhan kepala cabang bank BUMN di Cempaka Putih, Jakarta Pusat. Salah satu nama yang disebut adalah Dwi Hartono (DH), seorang pengusaha dari daerah tersebut.
Rekening dormant menjadi target utama sindikat ini. Rekening tersebut adalah rekening bank yang tidak aktif karena nasabah tidak melakukan transaksi selama jangka waktu tertentu, biasanya antara 3 hingga 18 bulan. Karena statusnya yang tidak aktif, rekening ini lebih rentan untuk dimanipulasi tanpa kecurigaan dari pihak bank.
Pengungkapan sindikat ini berawal dari laporan polisi nomor LP/B/311/VII/2025 tanggal 2 Juli 2025. Laporan ini diterima oleh Bareskrim Polri dan kemudian ditindaklanjuti oleh penyidik Subdit II Perbankan Dittipideksus Bareskrim Polri. Selain itu, Pusat Pelaporan dan Analisis Transaksi Keuangan (PPATK) juga turut terlibat dalam proses penelusuran.
Direktur Direktorat Tindak Pidana Ekonomi Khusus (Dirtipideksus) Bareskrim Polri, Brigjen Helfi Assegaf, menjelaskan bahwa pihak bank menemukan adanya aktivitas transaksi yang mencurigakan. Hal ini kemudian dilaporkan ke polisi, sehingga penyidik langsung bekerja sama dengan PPATK untuk menelusuri aliran dana dan memblokir harta kekayaan hasil kejahatan.
Modus Operandi yang Membahayakan
Modus operandi yang digunakan oleh sindikat ini sangat menakutkan. Mereka memaksa kepala cabang (kacab) Bank BUMN untuk menyerahkan user ID aplikasi Core Banking System. Jika kacab tidak mau memberikan akses, maka keselamatan dirinya dan keluarganya akan terancam. Ini menunjukkan tingkat kekejaman dan ancaman yang sangat serius dari para pelaku.
Brigjen Helfi Assegaf menyatakan bahwa uang sebesar Rp 204 miliar yang dibobol bukan berasal dari beberapa rekening, melainkan hanya dari satu rekening milik seorang pengusaha. Dalam waktu singkat, dana tersebut dapat dipindahkan ke sejumlah rekening penampung hanya dalam waktu 17 menit.
“Dengan melakukan pemindahan dana secara in absentia senilai Rp 204 miliar ke lima rekening penampungan yang dilakukan 42 kali transaksi dalam waktu 17 menit,” ujar Helfi saat konferensi pers di Bareskrim Polri.
Tindakan yang Dilakukan Polisi
Selain memblokir harta kekayaan hasil kejahatan, polisi juga melakukan penelusuran terhadap aliran dana yang mencurigakan. Proses ini dilakukan dengan kerja sama antara penyidik dan lembaga analisis keuangan seperti PPATK.
Kasus ini menunjukkan betapa kompleksnya tindakan kejahatan siber dan ekonomi yang dilakukan oleh sindikat terorganisir. Selain itu, hal ini juga menjadi peringatan bagi institusi keuangan untuk meningkatkan pengawasan terhadap rekening dormant dan transaksi yang tidak wajar.
Polisi terus berupaya untuk menuntaskan kasus ini dan menangkap pelaku lainnya yang terlibat. Masyarakat diimbau untuk tetap waspada terhadap tindakan ilegal yang bisa merugikan sistem keuangan nasional.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!