Penyerapan Anggaran Desa Ende Rendah, DPRD: Pengaruh pada Ekonomi Masyarakat

AIOTrade App AIOTrade App

AIOTRADE

Trading Autopilot menggunakan teknologi Artificial Intelligence (AI) yang membantu Anda melakukan trading di market spot (Bukan Future) secara otomatis di Binance & Bitget dengan cepat, mudah, dan efisien.

Binance Bitget

Mengapa Trading Crypto Menggunakan Aio Trade?

Aio Trade cocok digunakan untuk semua kalangan, baik Trader Pemula, Profesional, maupun Investor.

24/7 Trading

Aio Trade bekerja sepanjang waktu tanpa henti.

Cepat & Efisien

Menganalisa kondisi pasar secara otomatis.

Strategi AI

Menggunakan AI untuk strategi profit maksimal.

Fitur Timeframe

Memantau harga sesuai timeframe pilihan.

Manajemen Risiko

Mengelola modal otomatis untuk minim risiko.

Averaging & Grid

Teknik Averaging & Grid dioptimalkan AI.

Penyerapan Anggaran Desa Ende Rendah, DPRD: Pengaruh pada Ekonomi Masyarakat

Realisasi Penyerapan Anggaran Desa di Ende Masih Rendah

Realisasi penyerapan anggaran desa di Kabupaten Ende Tahun 2025 masih menunjukkan angka yang jauh dari harapan. Hingga akhir September 2025, penyerapan anggaran baru mencapai 24 persen. Hal ini menjadi perhatian serius bagi Komisi I DPRD setempat.

Wakil Ketua Komisi I DPRD Kabupaten Ende, Ansel Kaise, menyatakan bahwa rendahnya realisasi penyerapan anggaran desa merupakan bagian dari masalah yang lebih besar, yaitu akumulasi rendahnya penyerapan APBD secara keseluruhan. Menurutnya, masalah ini tidak hanya terjadi pada dana desa, tetapi juga melibatkan seluruh anggaran pemerintah daerah.

Evaluasi dan Perbaikan Proses Birokrasi

Untuk mengatasi hal ini, Komisi I DPRD kini melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penyelenggaraan, monitoring, dan pengawasan implementasi dana desa. Salah satu fokus utamanya adalah menyederhanakan proses birokrasi antara pemerintah desa dan kabupaten.

Ansel menegaskan bahwa proses asistensi dan koordinasi seharusnya tidak lagi berbelit-belit hingga ke tingkat kabupaten. Ia menyarankan agar peran Camat dan Kasi PMD di kecamatan dioptimalkan. "Tidak perlu lagi desa koordinasi sampai ke kabupaten. Ada pemerintah kecamatan. Fungsikan Camat dan Kasi PMD. Ke depan, proses asistensi harus difokuskan di kecamatan agar tidak ada lagi penumpukan di Dinas PMD hanya untuk finalisasi berkas APBDes dan lainnya," ujarnya.

Pencairan Dana yang Tidak Merata

Selain itu, Ansel juga menyoroti lambannya pencairan dana yang kerap menunggu seluruh desa menyelesaikan administrasi secara kolektif. Menurutnya, pendekatan tersebut tidak adil dan justru menghambat desa yang sudah siap.

"Pemerintah desa itu punya otonomi. Kalau satu desa sudah lengkap administrasinya, segera cairkan. Jangan tunggu semuanya rampung. Ini yang memperlambat penyerapan," tegasnya.

Ia juga meminta agar ada sanksi tegas bagi desa yang tidak menyelesaikan dokumen tepat waktu, termasuk mendorong penegakan hukum jika ditemukan penyimpangan. Sementara itu, bagi desa yang menyelesaikan dokumen tepat waktu, harus diberikan reward.

Dampak Ekonomi dan Pembangunan

Lebih jauh, Ansel menyoroti bahwa keterlambatan penyerapan anggaran desa tidak hanya berdampak pada pembangunan, tetapi juga menghambat perputaran uang dan aktivitas ekonomi di desa.

"Ini bukan sekadar soal pembangunan. Daya ungkit ekonomi masyarakat juga terganggu. Uang Rp 1 miliar yang seharusnya beredar di desa menjadi mandek. Bagaimana BUMDes, Kopdes Merah Putih bisa jalan kalau sumber dananya terhambat?" jelasnya.

Masalah dalam Pelaporan Administrasi

Berdasarkan laporan yang diterima, hingga menjelang akhir bulan September 2025, progres penyerapan baru mencapai 24 persen. Hal ini disebabkan masih banyaknya persoalan dalam penyelesaian pelaporan dan pertanggungjawaban administrasi desa oleh kepala desa dan jajarannya.

Salah satu persoalan utama adalah belum rampungnya penetapan dokumen perencanaan desa. Di antaranya, Peraturan Desa tentang Rencana Pembangunan Jangka Menengah Desa (Perdes RPJMDes) Perubahan yang seharusnya sudah ditetapkan pada Mei 2025. Namun hingga kini, baru 222 dari 255 desa yang menyelesaikannya.

Kondisi serupa juga terjadi pada dokumen Perdes Rencana Kerja Pemerintah Desa (RKPDes) Perubahan yang semestinya sudah ditetapkan pada Agustus. Sampai saat ini, baru 76 desa yang telah menetapkan, sementara 179 desa lainnya belum.

Lebih parah lagi, Perdes Anggaran Pendapatan dan Belanja Desa (APBDes) Perubahan tahun ini baru ditetapkan oleh 12 desa dari total 255 desa.

Kondisi Legalitas dan Kelembagaan Desa

Selain itu, dari sisi kelembagaan desa, progres legalitas Badan Usaha Milik Desa (BUMDes) juga masih minim. Hingga saat ini, baru 126 desa yang memiliki BUMDes berbadan hukum. Padahal keberadaan BUMDes sangat penting sebagai pendorong ekonomi desa.

Tak hanya itu, pembentukan Tim Pembina Posyandu juga belum maksimal. Dari 255 desa, baru 5 desa yang memiliki tim tersebut.

Minimnya penuntasan dokumen administrasi dan legalitas kelembagaan desa ini tentu menjadi penghambat utama dalam pelaksanaan pembangunan desa.