
Penurunan Batas Co-Payment Asuransi Kesehatan Diharapkan Tingkatkan Permintaan Layanan Medis
Pemerintah melalui Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah mengumumkan perubahan terkait batas co-payment asuransi kesehatan. Sebelumnya, peserta asuransi diwajibkan membayar minimal 10% dari total biaya klaim asuransi kesehatan. Namun, dalam draft Peraturan OJK terbaru, batas co-payment ini diturunkan menjadi 5%. Perubahan ini dinilai mampu memberikan angin segar bagi sektor rumah sakit dan industri kesehatan secara umum.
Dampak Positif pada Emitter Rumah Sakit
Para analis menilai bahwa penurunan co-payment ini dapat meningkatkan permintaan layanan kesehatan, terutama untuk pasien yang sebelumnya membatasi akses karena biaya tinggi. Hal ini berpotensi meningkatkan volume pasien, khususnya dalam pelayanan rawat jalan dan tindakan elektif. Dengan biaya awal yang lebih ringan, masyarakat akan lebih termotivasi untuk mengakses layanan kesehatan yang sebelumnya mungkin tertunda.
Investment Analyst Infovesta Utama Ekky Topan menjelaskan bahwa draft POJK baru ini bisa memberikan peningkatan kinerja emiten rumah sakit dari sisi permintaan. Menurutnya, penurunan biaya ini akan mendorong peningkatan kunjungan pasien. "Dengan biaya di muka yang lebih ringan, masyarakat akan lebih terdorong untuk mengakses layanan kesehatan yang sebelumnya mungkin ditunda," ujarnya.
Tantangan yang Dihadapi Emitter Rumah Sakit
Meskipun demikian, sejumlah emiten rumah sakit masih menghadapi tantangan. Pada paruh pertama 2025, beberapa perusahaan mengalami penurunan volume pasien rawat inap. Contohnya, PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. (MIKA) mencatatkan pendapatan dari segmen kamar rawat inap yang menyusut 4,28% YoY menjadi Rp213,48 miliar. Sementara itu, PT Medikaloka Hermina Tbk. (HEAL) juga mengalami penurunan pendapatan dari pelayanan rawat inap, yaitu Rp2,01 triliun dibandingkan Rp2,04 triliun pada periode yang sama tahun lalu.
PT Siloam International Hospitals Tbk. (SILO) juga tidak berhasil menghindari tren ini. Pendapatan dari rawat inap pada semester I/2025 turun menjadi Rp3,25 triliun dari Rp3,39 triliun pada semester I/2024.
Pengaruh terhadap Sektor Kesehatan Lainnya
Ekky Topan menilai bahwa dengan adanya rencana pengubahan POJK ini, sektor rumah sakit akan menjadi yang paling diuntungkan. Selain itu, Equity Research Analyst Kiwoom Sekuritas Abdul Azis Setyo menambahkan bahwa kehadiran draft POJK baru ini tidak hanya berpotensi mengerek kinerja emiten rumah sakit, tetapi juga mampu memberikan penguatan bagi perusahaan farmasi hingga distributor alat kesehatan.
Menurutnya, dengan biaya yang lebih ringan, permintaan layanan medis akan cenderung meningkat. Hal ini akan memberikan katalis positif bagi sektor kesehatan secara umum, terutama yang memiliki kaitan langsung dengan perawatan pasien. “Hal ini diharapkan dapat mengatasi tren lemahnya volume pasien yang dialami sejumlah emiten rumah sakit sepanjang 2025, terutama di kalangan menengah yang sangat sensitif terhadap biaya kesehatan,” katanya.
Kebijakan Baru Mengenai Produk Asuransi Tanpa Co-Payment
Selain penurunan minimum kontribusi dari pasien, OJK juga menyatakan bahwa perusahaan asuransi wajib menyediakan produk tanpa fitur pembagian risiko atau co-payment. Artinya, produk asuransi kesehatan dengan skema co-payment akan bersifat opsional, tergantung kebutuhan perusahaan asuransi. Nasabah dapat memilih apakah ingin menggunakan produk asuransi kesehatan dengan atau tanpa co-payment, sehingga tidak akan terbebani oleh keharusan membayar sebagian klaim di awal jika membeli produk tanpa co-payment.
Perubahan ini diharapkan mampu memberikan fleksibilitas lebih besar bagi nasabah, serta meningkatkan daya saing sektor asuransi kesehatan. Dengan demikian, kebijakan baru ini dianggap sebagai langkah penting dalam meningkatkan akses layanan kesehatan yang lebih merata dan terjangkau bagi masyarakat.
Komentar
Tuliskan Komentar Anda!